CERITA : AL-QUR’AN RISALAH CINTA

Selayak senja yang berharap datangnya sang mentari tuk membawanya pergi dari penjara suci. Tazkiya yang tak pernah kenal dengan dunia pesantren bahkan lebih suka dengan kesenangan duniawi ini ahirnya dipaksa ayahandanya untuk menghabiskan masa remaja di pesantren. Awalnya dia sangat kesulitan untuk beradaptasi di pesantren tersebut namun berkat kesabaran ketua pondok yang dijabat oleh neng Fadhila saat itu, ahirnya Tazkiya mampu melalui hari-harinya dipesantren dalam satu semester penuh.
Saat ahir semester tiba, seusai haflah akhirussanah,  Tazkiya sesegera mungkin sowan ke dalem kyai Mahfudz bersama teman-temannya. Setelah sowan dia keluar meninggalkan pesantren dan menanti sopirnya di depan gerbang karena ayahnya tidak bisa menjemput hari itu.
Berteman Rintik hujan sore itu, Tazkiya menanti mobil jemputan. Tiba-tiba seorang pemuda duduk berteduh disampingnya. Selama satu jam berlalu namun tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka berdua, Tazkiya yang dahulu sangat agresif dengan cowok, sekarang ternyata dunia pesantren telah menjiwa dengannya sehingga dia cuex meski ada orang disampingnya.
Tepat satu jam lebih lima menit pak bayu datang. Sopir pribadi yang telah bekerja pada ayah Tazkiya selama lima tahun terahir ternyata masih setia mengabdi pada keluarganya. Saking baiknya pak Bayu pada keluarganya, ahirnya ayah Tazkiya meminta keluarga pak Bayu untuk tinggal dirumahnya.
Anaknya satu namun masih kecil sehingga tak begitu berarti meski berada dirumah Tazkiya. tidak bisa diajak jalan-jalan maksudnya, meski masih bisa diminta nemenin nonton TV.
“Neng Kiya”, sapaan ramah pak Bayu yang beranjak mendekat kepada Tazkiya. Pak Bayu menyerahkan sebuah payung padanya kemudian beranjak menghampiri pemuda yang sedari tadi disamping Tazkiya. Mereka ngobrol tak tahu apa yang mereka omongkan namun ahirnya pak Bayu mengajaknya masuk ke dalam mobil.
“neng, kita antar temen eneng dulu ya?”, Tanya pak Bayu pada Tazkiya.
Tazkiya mengangguk tanda mengiyakan, pak Bayu yang memahami karakter Tazkiya tersenyum kepada pemuda tadi dan berkata,
“maklum mas, kalau sudah pegang buku, seakan dunia sudah tak ada artinya lagi”.
Kemudian pak Bayu dan pemuda tadi melanjutkan obrolan mereka hingga  sampailah mereka disebuah pertigaan. Pemuda itu turun dan mengucapkan terima kasih pada pak Bayu begitu juga kepada Tazkiya. Sopan, fikir Tazkiya. Kamudian pak Bayu melanjutkan kemudinya selepas pemuda itu masuk kegerbang rumahnya.
-----------------
Sesampai dirumah, telah tersaji banyak makanan dimeja. Ayah, ibu, kedua adik Tazkiya dan juga bu Bayu dan putranya sudah berkumpul diruang tamu. Mereka menyambut Tazkiya gembira. Dengan penuh kemanjaan mereka memperlakukannya. Tazkiya tak merasa aneh dengan sikap mereka karena seperti itulah kehidupan Tazkiya dahulu sebelum hidup dipondok. Manja dan penuntut. Apapun yang dia mau harus tersedia. Namun saat ini dia telah sadar satu hal, tak selamanya kita terus bersama orang tua kita, suatu saat pasti kita kan berpisah. Makanya sekarang Tazkiya tak mau terus-terusan membebani mereka, aku harus mulai mandiri pikirnya.
Satu minggu dirumah, tazkiya hanya sekali saja jalan-jalan itupun karena ibunya memaksa untuk mengantarkannya belanja. Tazkiya lebih suka menggunakan hari liburnya untuk baca-baca dan mengumpulkan buku-buku yang ada dirumah yang mungkin bisa digunakan untuk referensi pelajaran dipondok ataupun bisa buat bahan bacaan dipondok nanti.
Satu minggu berlalu, waktunya kembali kemedan perjuangan. Tazkiya melalui hari-harinya dengan semangat baru. Kehidupan dipondok telah membuatnya benar-benar berubah. Saat dipondok, benar-benar hanya terfokus pada pelajaran dan kegiatan yang ada. Apalagi saat jabatan ketua pondok dipercayakan padanya. Tak ada waktu sedikitpun untuk bermalas-malasan. Namun untungnya nilai ujiannya tidak jeblok bahkan naik. Alhamdulillah, barokah. J
Meski dipondok sama sekali tak memungkinkan untuk melihat cowok namun setiap satu tahun sekali ada Khutbatul Iftitah yang acaranya digabung antara putra dan putri. Sebagaimana kebiasaan di pesantrennya, hanya Ketua pondok putra dan ketua pondok putri yang diambil sebagai panitia dan selainnya diambil dari para santri yang ngabdi dan dewan guru.
Gema shalawat telah usai. Para santri bergegas kepulau mimpi sedangkan panitia masih harus membereskan sisa acara Khutbatul Iftitah tadi. Meski saat itu harus berkolaborasi antara putra dan putri namun tidak ada santri yang berani bercanda dengan lawan jenis karena tetap ada pengawasan dari dewan asatidz.
Saat semua beres, Tazkiya segera kembali ke kamarnya namun sesampainya diantara gerbang pondok putra dan putri, dia diakagetkan oleh sesosok insan yang tak jelas wajahnya karena sedikit remang-remang. Dia mengulurkan sebuah bingkisan yang rapi dan menyuruh Tazkiya untuk menjaganya kemudian bergegas pergi. Setelah balik kekamar, bungkusan yang rapi itu tidak langsung Tazkiya buka namun langsung dimasukkannya kedalam lemari karena dewan pengasuh memanggil untuk menghadap.
Acara telah usai. Meski hanya mendapat ucapan terima kasih namun hal itu telah membuat Tazkiya sangat senang karena telah mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Malam semakin larut, semua anak kamar sudah pulas dengan mimpinya. Acara terahir yang ditangani Tazkiya dimasa jabatannya, acara yang terbesar dari semua acara pondok dan juga acara yang berhasil berjalan sukses mampu membuat Tazkiya tidak bisa tidur. Tiba-tiba wajah pemuda yang menjadi partnernya dalam acara besar itu, muncul dalam angan. Manis, pikirnya tapi sayangnya dia sama sekali tak mengenal pemuda itu. Lalu cepat-cepat Tazkiya membuang lamunannya dan kembali kepada usahanya untuk tidur. Namun dia teringat kembali pada sebuah  bingkisan rapi yang diberikan padanya seusai acara haflah.
Diambilnya bingkisan itu kemudian dia buka perlahan, sebuah al-Qur’an, mungil dan cantik berwarna pink. Dia baca kertas yang ada didalamnya:
Assalamu’alaikum
Aku tak mengenalmu duhai insan pembaca tulisan ini, namun setidaknya aku tahu tentangmu. Aku mulai kagum dengan dirimu saat pertama kali usulan yang berani kau lontarkan malam musyawarah pertama diruang pengasuh. Mungkin aku telah salah terus saja memperhatikanmu namun ku yakin aku tak salah langkah selama aku tetap taat kepada peraturan yang ada. Aku hanya ingin engkau menjaga al_qur’an ini dan jika suatu hari nanti kita dipertemukan kembali aku akan memintanya kembali darimu.
Terima kasih
Wassalam.
Aku bingung dengan surat ini, tak ada pengirimnya, namun ku yakin itu adalah orang yang telah mampu merasuk kedalam lamunanku karena malam itu hanya aku dan dia yang ikut musyawarah itu.
Keesokan harinya, semua telah berjalan seperti sedia kala seakan tak terjadi apa-apa karena tak mungkin Tazkiya bisa mengucapkan terima kasih pada pemuda itu ataupun mengembalikan pemberiannya selama dia masih di pesantren tersebut. selain itu, dia juga tidak tahu pasti siapa pengirim bingkisan itu.
Ujian, ujian dan ujian. Belajar, belajar dan belajar. Itulah kegiatan Tazkiya saat ini. Aku harus lulus dengan nilai dan hasil yang memuaskan. Itu doa serta harapan terbesarnya saat itu.
Hasil ujian keluar, Tazkiya lulus sesuai dengan yang diharapkannya. Senang yang tak terkira dirasakannya. Ayah ibu Tazkiya mengungkapkan rasa bangga dan bahagianya dengan memberinya kesempatan untuk kuliah dimanapun yang dia inginkan. Tak seperti saat di Madrasah Aliyah yang otoriter dengan pilihan kedua orang tuanya. Mereka tak pernah menyangka Tazkiya yang nakal dan manja bisa berubah menjadi dewasa dan penuh semangat tuk meraih masa depan.
Dua tahun berlalu, seusai kuliah S1, ayah Tazkiya memintanya melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran karena menurut ayahnya, jurusan itulah yang cukup menjanjikan namun Tazkiya menolaknya dan memilih untuk mengambil jurusan astronomi. Tazkiya suka dengan dunia hayal, itu berawal dari cinta hayalannya.
Tiga tahun berlalu, setelah Tazkiya melalui masa kuliah S2-nya dengan berbagai kegiatan penunjang, baik kerja maupun aktivitas-aktivitas yang lain, akhirnya berahirlah masa belajarnya di S2. Seusai prosesi wisuda, neng Fadlilah menghampirinya, 
“Tazkiya, pondok ana masih membutuhkan tenaga yang berkwalitas seperti Antum”,
Tazkiya sangat senang mendengarnya. Dengan kembalinya kepondok berarti dia akan kembali kedunia yang telah mengantarkannya menjadi sosok yang berkepribadian. Selain itu, dia juga merasa berhutang budi terhadap pondoknya sehingga jika kembali berarti dia bisa membalas apa yang telah diberikan pondok kepadanya.
Setelah semua beres, kemudian dia bergegas pulang. Sesampai dirumah, ada sebuah mobil yang telah menantinya beserta keluarga. Orang tua Tazkiya langsung mempersilahkan mereka masuk. Sedangkan Tazkiya sendiri hanya bersalaman lalu masuk ke kamar.
Terdengar suara lemah dari kamar Tazkiya sehingga tak mampu telinganya menangkap pembicaraan mereka. Hingga setelah satu jam kemudian ibu Tazkiya memanggilnya untuk turun. Tazkiya bingung karena saat sampainya diruang tamu, justru orangtua Tazkiya beserta kedua tamunya pergi dan tinggal seorang saja yang ada disana. Ayah Tazkiya meminta mereka untuk ngobrol. Ahirnya Tazkiya duduk didepan pemuda itu.
Tazkiya yang telah berubah menjadi wanita cuek serta berkarakter dan tidak merasa kenal dengan pemuda tersebut memilih diam menunggu apa yang akan diucapkannya karena Tazkiya bingung harus memulai mengucapkan apa, dalam kebingungannya akan tingkah orang tuanya dan tamu misterius keluarganya itu. Hingga ahirnya pemuda tersebut mengucapakn sebuah kalimat yang benar-benar membuat Tazkiya kaget, senang dan tak percaya.
aku ingin mengambil Al-qur’an yang pernah kutitipkan padamu beserta orang yang telah sudi menjaganya
Aku yang sedari tadi tak terlalu memperhatikannya ahirnya menatap kuat wajahnya. Tak ku temukan seseorang yang pernah ku kenal sebelumnya pada wajahnya. Kemudian dia tersenyum dan berkata:
masih adakah al-qur’an itu?”
Hanya senyum itu yang masih ku ingat dengan jelas”, kata tazkiya dalam hati.
Dia terdiam seakan menanti jawaban dariku.
qur’an itu masih ada namun sudah tak seindah saat pertama, bahkan sudah banyak coretan didalamnya. Aku takkan mengembalikannya kepada anda kecuali beserta orang yang telah menjaganya”.
Senyum merekah bagai dua kuntum bunga yang mekar, indah nan menawan, menebarkan aroma kewangian. Dua remaja yang memendam rasa sekian lama ahirnya dipertemukan kembali dalam ikatan suci penuh ridlo Illahi.

Komentar

HEAVEN

MANAJEMEN KONTEMPORER

PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

GERAK PRESESI DAN GERAK NUTASI SUMBU BUMI