A. HUKUM DAN MODERNITAS

PERSPEKTIF MODERNITAS
Unger berpendapat bahwasannya setiap teoritisi sosial klasik bekerja menurut perspektif modernisasi. Peradaban yang ada merupakan hasil pemisahan revolusioner dengan peradaban-peradaban pendahulunya, sebuah pemisahan yang benar-benar baru dalam dunia sejarah.
Para teoritisi modern cenderung menerima gagasan masyarakat modern sebagai suatu perkumpulan banyak individu yang merdeka, yang sederajat, keselamatan dan kebebasannya dijamin oleh hukum impersonal. Namun tidak semua menerima teori ini yang dianggap kabur dan tidak bisa menjelaskan teori modernisme. Wawasan mereka yang terdalam harus berhubungan dengan proses perubahan bentuk yang dialami pengorganisasian sosial dan kesadaran sosial melalui konflik dengan satu sama lain.
Perubahan bentuk kehidupan memerlukan banyak penjelasan yang belum terbukti dan menawarkan pandangan baru mengenai sejarah. Namun hal ini dibantah karena menyiratkan bahwa tidak adanya keterkaitan antara unsur-unsur peradaban eropa dengan pasca-renaisance.
Permasalahan yang timbul ahirnya dipelajari terkait relevansinya dengan sejarah hukum. Semua transformasi hukum memberikan sudut pandang untuk meninjau kemodernan dari segala sudut.

PERBANDINGAN ANTARA BERBAGAI MASYARAKAT: SEBUAH KERANGKA PENDAHULUAN
            Untuk merumuskan analisis dasar sistem pembandingan masyarakat, Unger membedakan tiga bentuk kehidupan sosial yaitu kehidupan sosial kesukuan, liberal, dan aristokratis. Dalam hal ini, masyarakat sebagai individu berinteraksi dengan dua konteks yaitu orang dalam dan orang luar.          
            Kemudian timbul tiga permasalahan lain yaitu:
1.      Tentang anatomi kelompok-kelompok tersebut;
2.      Berhubungan dengan bentuk ikatan sosial itu sendiri;
3.      Kecenderungan masyarakat untuk mendefinisikan hubungan antara pengalaman mereka yang sebenarnya dengan apa yang seharusnya terjadi, antara kenyataan dan ideal.
            Ketika membedakan ragam hukum, Unger mengemukakan bahwa dalam memahami aspek sosial dalam perilaku manusia secara khusus, tidak bisa berhenti pada deskripsi dan penjelasan keteraturan faktual. Karakter sejumlah relasi sosial masih dipahami secara keliru sampai berhasil menjelaskan gagasan atau sentimen kewajiban yang diterapkan manusia dalam mempengaruhi urusan mereka satu sama lain, saling menghargai maupun mencela ssesamanya. Studi terhadap ikatan sosial membutuhkan pengetahuan akan jenis-jenis tatanan normatif yang mengelilingi relasi sosial dengan perintah, lambang dan kepercayaan. Terkadang tatanan normatif ini disamakan bulat-bulat dengan praktik sosial; kenyataan dijadikan ideal dan ideal dijadikan kenyataan. Inilah yang kita lihat sudah terjadi pada hukum adat dan agama-agama imanen. Namun ada kalanya ideal dan kenyataan akan saling berlawanan, misalnya pada jenis hukum selain adat, dan agama-agama transenden.
            Ketiga hal diatas merupakan komponen-komponen terpenting dalam kerangka studi komparatif mengenai bentuk-bentuk kehidupan sosial diantaranya:
1.      Masyarakat kesukuan
Sebuah masyarakat yang setiap individu di dalamnya menjadi anggota sejumlah kelompok signifikan. Jumlah kelompok signifikan sangat kecil, tetapi tiap-tiap kelompok ini mengisi sebagian besar kehidupan individu. Dengan begitu, aktivitas dalam kehidupan sosial lainnya dapat dihubungkan dengan aneka ragam kelompok yang berbeda, dalam masyarakat ini terkonsentrasi pada beberapa badan kolektif. Awalnya kelompok yang signifikan hanyalah kelompok yang keanggotaannya ditentukan oleh ikatan kekerabatan, baik yang riil maupun teoritis. Namun pada hampir semua masyarakat, kelompok-kelompok signifikan lainnya seperti entitas wilayah, juga memperoleh semacam kebebasan relatif dari kelompok keluarga.
Masyarakat kesukuan tidak mempunyai konsepsi benar atau salah sebagai sesuatu yang mengatasi dunia alam dan sosial disekeliling mereka. Kesatuan perasaan dan pemikiran mereka yang terikat erat akan mendorong mereka untuk menyamakan ideal dengan jalan menolak pengalaman keraguan moral. Karena itulah, hukum, agama, dan seni mereka pada dasarnya tidak terpisahkan. Bahkan gagasan bahwa alam dan masyarakat itu sendiri mungkin mengalami perubahan mendasar tetap asing bagi seorang manusia yang belum pernah memutuskan lingkaran yang nyaris tertutup itu, lingkaran tempat berputarnya segala sendi kehidupan bersuku.
2.      Masyarakat liberal
Masyarakat liberal merupakan lawan dari masyarakat kesukuan. Dalam masyarakat liberal, setiap individu menjadi anggota sejumlah besar kelompok signifikan, tetapi masing-masing kelompok hanya mempengaruhi bagian terbatas dari kehidupannya. Dengan demikian kepribadian terbagi menjadi banyak aktifitas khusus yang terpisah-pisah atau malah saling bentrok. Sebaliknya pengerucutan ini menyebabkan keseluruhan pribadi seseorang mulai dipahami dan diperlakukan sebagai kumpulan abstrak kemampuan yang tidak pernah bertemu bersama pada salah satu konteks kehidupan berkelompok.
Dalam masyarakat liberal, Pembedaan antara orang dalam dan orang luar tidak lenyap seluruhnya. Pembedaan itu tetap ada dalam ikatan kedaerahan, ikatan etnis, dan ikatan nasional serta pembedaan antara lingkungan publik pekerjaan dan kehidupan pribadi keluarga dan persahabatan. Namun keimpersonalan lingkunagn publik dan karakter komunitas lingkungan pribadi senantiasa berubah. Pada masyarakat liberal, berkali-kali hukum solidaritas komunitas diterapkan pada kehidupan publik dengan nama hukum rimba, sedangkan hukum rimba pun diterapkan pada kehidupan pribadi dengan nama hukum solidaritas komunitas.
Menurut Unger, ikatan sosial yang tidak lagi mementingkan kesatuan intra kelompok dan permusuhan antar kelompok adalah asosiasi kepentingan. Asosiasi kepentingan yaitu seseorang menerima dan mematuhi kerangka berstruktur (menaati peraturan) terkait urusan timbal balik dengan orang lain itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Sistem ini tidak mampu bergerak sendiri. Sistem tradisional menyatakan bahwa seseorang yang bermain-main dengan peraturan akan mendapatkan sanksi, namun teori ini ternyata tidak benar-benar berlaku saat sanksi-sanksi tidak ada artinya bagi si pelaku.
Bentuk kehidupan berkelompok dan ikatan sosial dimasyarakat liberal, dapat disimpulkan jenis-jenis kepercayaan yang dikembangkan oleh masyarakat adalah terkait dengan ideal dan kenyataan.
Bagi masyarakat kesukuan, akal adalah kesadaran akan ideal yang sangat konkret yang tersimpul dalam realitas. Akal seperti ini menganggap tidak ada bedanya antara yang sebenarnya dan yang seharusnya atau antara teori dan praktik. Akan tetapi masyarakat liberal menganut pandangan berbeda hubungan antara ideal dan kenyataan, sehingga pandangannya tentang ideal dan kenyataan juga berbeda.
3.      Masyarakat aristokratis
 Masyarakat aristokratis mempunyai ciri yang hampir sama dengan feodal dan oligarkis, namun pada dasarnya contoh yang paling sempurna tetap standestaat Eropa. Standestaat merupakan kategori yang khas dalam logika tipe-tipe masyarakat, karena struktur internalnya berupa gabungan seperti halnya masyarakat kesukuan dan masyarakat liberal juga merupakan masyarakat terkecil yang tidak bisa dibagi lagi seperti halnya kedua tipe msyarakat lainnya itu.
Masyarakat liberal cenderung bergerak mendekati universalisme; masyarakat ini cenderung mempersatukan orang dibawah hukum kesetaraan formal. Masyarakat kesukuan bersifat partikularistis; ketaklukan individu terhadap kelompoknya dan kekakuan pembedaan diantara banyak kelompok menenggelamkan pengakuan bahwa penduduk asli maupun pendatang adalah sama-sama manusia. Masyarakat aristokratis paling baik dipahami sebagai gabungan universalisme dan partikularisme. Baik kekuatan maupun kelemahannya berasal dari gabungan ini.
Prinsip utama yang mempersatukan tatanan aristokratis ialah kehormatan. Bukan solidaritas komunitas atau asosiasi kepentingan. Kehormatan adalah pengakuan dari orang lain bahwa seseorang memiliki sifat-sifat kebajikan yang lebih, sesuai dengan status orang tersebut terkait hak dan kewajiban yang menyertai statusnya.
            Karena tatanan aristokratis menganut tatanan tunggal yang stabil, berbeda dengan jenjang status yang banyak dan tidak stabil pada liberalisme, maka lapisan tertingginya, aristokrasi memainkan peran penting dalam menentukan karakter masyarakat.
            Setiap tipe masyarakat mempunyai titik pusat ketegangan, cacat tersembunyi dalam mendefinisikan ikatan sosial sehingga saat cacat tersebut tampak jelas akan menimbulkan pengambilan bentuk baru. Masyarakat kesukuan menghadapi bahaya berupa runtuhnya kesatuan nilai-nilai bersama dan menjadi korban konflik kelompok. Masyarakat liberal rentan dari berbagai implikasi dari sistem statusnya yang tidak stabil itu. Walaupun setiap kelompok tidak berhak menguasai kelompok yang lain namun beberapa kelompok sebenarnya lebih besar kekuasaannya daripada kelompok yang lain.
            Unger mendeskripsikan masyarakat aristokrasi dengan memperhatikan antara yang ideal dan yang sebenarnya, kemudian mendekati dengan sudut pandang universalisme dan partikularisme.
Perubahan Sosial
            Akar terdalam dari semua perubahan sejarah adalah konflik nyata atau konflik tersembunyi antara pandangan yang ideal dan pengalaman kenyataan yang sesungguhnya.
Dalam masyarakat liberal, terdapat banyak konflik dengan berbagai segi yang berbeda antara yang ideal dan kenyataan sehingga perubahan dalam masyarakat liberal berlangsung amat cepat dan luas dibandingkan dengan jenis kehidupan sosial lainnya.
Dalam masyarakat aristokratis, hubungan antara ideal dan pengalaman dirasakan lebih akrab. Sehingga dalam masyarakat ini, dirasakan perubahan bisa berlangsung lebih lambat dan kurang nyata dari pada perubahan dibawah liberalisme.
Sedangkan perubahan bagi masyarakat kesukuan cenderung tidak bertubi-tubi dan tidak disadari.

HUKUM DAN MASYARAKAT ARISTOKRATIS EROPA
Antara Feodalisme Dan Liberalisme
Umumnya tipe masyarakat Eropa yang berlangsung sesudah tatanan feodal, tetapi sebelumnya negara liberal, disebut sebagai masyarakat golongan (sosiety of estate) atau standestaat. Baik feodalisme abad pertengahan maupun standestaat dapat dianggap sebagai spesies masyarakat aristokratis, tetapi standestaat-lah yang langsung melahirkan liberalisme dibarat. Untuk mendefinisikan kedudukan standaestaat dalam kategori tatanan aristokratis yang lebih luas yaitu dengan mengingat karakteristik umum yang mengutamakan pengaturan kekuasaan yaitu terdapat dua kesenjangan sosial yaitu antara elite dan rakyat; Golongan-golongan yang menyusun elit tersebut bergerak menurut kelompoknya sendiri (tipikal milik masyarakat aristokratis); dan terdapat upaya untuk saling menjinakkan dan pelanggaran antara perdagangan dan birokratis terhadap hierarki status tradisional.
Dari ketiga krakteristik tersebut, karakter pertama mengaitkan masyarakat golongan dengan feodalisme, karakter ketiga dengan liberalisme dan masyarakat kedua menggambarkan sifat institusionalisnya yang khas dan menentukan tempatnya yang istimewa didalam genus tatanan aristokratis. Hintze menunjukkan bahwa ciri khas standestaat adalah pengaturan golongan secara berkelompok yang memiliki dua bentuk sebagai ciri institusional standestaat, yang akhirnya Unger mengatakan bahwa halk tersebut sebagai sifat masyarakat aristokratis secara umum. yaitu:
1.      Bikameral yaitu adanya majelis tinggi dan majelis rendah
2.      Tripartit yaitu adanya tiga golongan (bangsawan, pendeta, dan profesional) menjadi badan-badan dari perangkat prerogatif legislatif, administratif, dan peradilan permanen.
Hukum pada standestaat
Hukum birokratis mencakup dua unsur yaitu:
1.      Alam duniawi berisi perintah-perintah berdasarkan kebijaksanaan
2.      Wilayah dalam kehidupan sosial yang kebal terhadap penguasa dan tunduk semata-mata terhadap suatu tatanan yang suprapositif dan suci.
Kontras antara dua wajah hukum praliberal ini ditekankan oleh perbedaan tradisional antara polizeisache (urusan-urusan yang menjadi wilayah kompetensi raja) dengan justizsache (urusan-urusan yang menyangkut privilese dan kewajiban golongan di bidang itu).
Berdasarkan perkembangan yang ada ahirnya hukum prerogatif golongan mulai memperoleh sifat publik dan positif tanpa sepenuhnya kehilangan identitas semula. Hukum tetap dianggap sebagai sesuatu yang lebih tinggi dan tidak dapat diusik lagi. Hukum previlese menjadi inti dari hukum konstitusional Eropa modern sampai kaum revolusionis Prancis menegaskan kedaulatan rakyat sebagai hal yang tertinggi.
Namun tetap saja dalam suatu permasalah itu pasti ada perbedaan sehingga ada juga yang menerapkan sentralisasi atau otonomi.
Absolutisme birokratis dan konstitusionalisme parlementer adalah dua jalur transisi utama dari masyarakat golongan menuju masyarakat liberal.  Dalam standestaat, raja tidak punya pilihan kecuali menegakkan rule of law. Ahirnya rul of law modern muncul dari proses bersisi dua, yaitu ketika hukum maklumat resmi memperoleh tambahan generalitas dan otonomi, dan hukum privilese golongan menjadi publik dan positif. 

Komentar

HEAVEN

MANAJEMEN KONTEMPORER

PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

GERAK PRESESI DAN GERAK NUTASI SUMBU BUMI