BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Ta’ala. Keimanan kepada malaikat merupakan salah satu rukun dari rukun iman, hal ini sebagaimana penjelasan Rosulullah saw dalam hadits Jibril, dimana malaikat Jibril bertanya kepada beliau tentang iman dan kemudian dijawab oleh Rasulullah saw:
“Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhir, dan kepada qadar yang baik dan buruk” (HR. Muslim).
Hal ini berarti orang yang tidak mengimani malaikat maka dia telah terjerumus dalam kekufuran karena telah mengingkari salah satu rukun iman. Oleh karena itulah amat penting bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimanakah bentuk keimanan yang benar terhadap makhluk-makhluk Allah Ta’ala yang mulia ini.
Malaikat adalah makhluk yang hidup di alam ghaib dan senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah sedikit pun. Diciptakan dari cahaya dan diberikan kekuatan untuk mentaati dan melaksanakan perintah dengan sempurna[1]. Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةِ مِنْ نُوْرٍِوَخُلِقَ الْجاَنُّ مِنْ ماَرِجٍ مِنْ ناَرٍِوَخُلِقَ آدَمُ مِمَّاوُصِفَ لَكُمْ
”Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan adam ’Alaihissalam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian.”
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi/Pengertian Malaikat?
2. Bagaimanakah Pengertian Beriman Kepada Malaikat?
3. Apakah Hikmah Iman Kepada Malaikat Allah SWT?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi/Pengertian Malaikat
Menurut bahasa ملائكة bentuk jama’ dari ملك. yang berarti kekuatan, yang berasal dari kata mashdar “al-alukah” yang berarti risalah atau misi, kemudian sang pembawa misi biasanya disebut dengan Ar-Rasul.
Adapun menurut istilah, ia adalah salah satu jenis makhluk Allah yang Dia ciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepadaNya serta mengerjakan semua tugas-tugas-Nya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS. Al-Anbiya: 19-20, yang berbunyi:
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) mereka letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
Dalam al-Qur’an terdapat kira-kira 75 ayat yang didalamnya disebut kata “malaikat” dalam berbagai munasabah. Ada yang berkaitan dengan tugasnya, dengan sifatnya dan hakikatnya. Jumlah malaikat banyak sekali dan hanya Allah yang mahatahu bilangannya[2]. Seperti yang tersebut dalam surat al-Muddassir ayat 31 yang artinya:
“dan tidak ada yang mengetahui malaikat Tuhanmu melainkan Dia sendiri”.
Malaikat diciptakan oleh Allah terbuat dari cahaya (nuur), berdasarkan hadist Nabi Muhammad saw yang telah disebutkan diatas yang artinya, “Malaikat telah diciptakan dari cahaya.”
1. Wujud dan Sifat Malaikat
Malaikat adalah makhluk gaib diciptakan oleh Allah Ta’ala dari cahaya, walaupun mereka memiliki keluarbiasaan yang sangat hebat mereka tidak berhak untuk diibadahi. Hal tersebut dapat kita ketahui berdasarkan hadits Rasulullah dari Aisyah r.a, Malaikat itu diciptakan dari cahaya dan jin diciptakan dari percikan api, sementara Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepadamu. (HR. Muslim). Mereka juga memiliki sayap, Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Faathir: 1)
Malaikat adalah makhluk Allah yang besar, contohnya adalah malaikat yang memikul ‘Arsy [3]. Sebagaimana dalam QS. At-Tahrim ayat 6. Selain itu malaikat tidak membutuhkan makan dan minum seperti kisah nabi Ibrahim dengan tamu-tamu malaikatnya yang mengabarkan akan kelahiran putranya, Ishaq As[4]. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 24-28.
Malaikat tidak pernah lelah dalam melaksanakan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka. Sebagai makhluk ghaib, wujud Malaikat tidak dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan dirasakan oleh manusia, dengan kata lain tidak dapat dijangkau oleh panca indera, kecuali jika malaikat menampakkan diri dalam rupa tertentu, seperti rupa manusia. Ada pengecualian terhadap kisah Muhammad yang pernah bertemu dengan Jibril dengan menampakkan wujud aslinya, penampakkan yang ditunjukkan kepada Muhammad ini sebanyak 2 kali, yaitu pada saat menerima wahyu dan Isra dan Mi'raj. Beberapa nabi dan rasul telah di tampakkan wujud malaikat yang berubah menjadi manusia, seperti dalam kisah Ibrahim, Luth, Maryam, Muhammad dan lainnya.
Berbeda dengan ajaran Kristen dan Yahudi, Islam tidak mengenal istilah "Malaikat Yang Terjatuh" (Fallen Angel). Azazil yang kemudian mendapatkan julukan Iblis, adalah nenek moyang Jin, seperti Adam nenek moyang Manusia. Jin adalah makhluk yang dicipta oleh Allah dari 'api yang tidak berasap', sedang malaikat dicipta dari cahaya.
Sifat-sifat malaikat yang diyakini oleh umat Islam adalah sebagai berikut:
- Selalu bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti.
- Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti tidak kawin dan tidak beranak,[5] hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur, bercanda, berdebat, dan lainnya.
- Selalu takut dan taat kepada Allah.
- Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.
- Mempunyai sifat malu.
- Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung.
- Tidak makan dan minum.
- Mampu mengubah wujudnya.
- Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya.
Sifat malaikat yang paling utama adalah mereka tidak pernah mendurhakai apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mengerjakan setiap yang Allah titahkan kepada mereka. Mereka diciptakan oleh Allah khusus untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim: 6)
Bentuk para malaikat terkadang berubah dari aslinya atas izin Allah, sebagaimana Jibril datang pada Rosulullah dengan menyerupai laki-laki yang sangat putih bajunya dan sangat hitam rambutnya. Nabi pernah mengabarkan bahwa Jibril memiliki enam ratus sayap yang menutupi seluruh ufuk semesta alam.
Tentang kapan malaikat diciptakan oleh Allah SWT, tidak ada penjelasan. Tapi yang pasti, malaikat diciptakan lebih dahulu dari manusia pertama (Adam AS) sebagimana yang disebutkan oleh Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
2. Nama dan Tugas Malaikat
Malaikat adalah hamba Allah yang dimuliakan dan utusan Allah yang dipercaya. Allah menciptakan mereka khusus untuk beribadah kepada-Nya. Mereka bukanlah putera-puteri Allah dan bukan pula putera-puteri selain Allah. Mereka membawa risalah Tuhannya, dan menunaikan tugas masing-masing di alam ini. Mereka juga bermacam-macam, dan masing-masing mempunyai tugas-tugas khusus. Di antara mereka adalah:
1. Malaikat yang ditugaskan menyampaikan (membawa) wahyu Allah kepada para rasul-Nya yaitu ar-Ruh al-Amin/Jibril/Ruhul Qudus[6]. Allah berfirman:
“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (Asy-Syuara: 193-194).
Allah menyifati Jibril dalam tugasnya menyampaikan al-Qur’an dengan sifat-sifat yang penuh pujian dan sanjungan,
“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (At-Takwir: 19-21).
2. Malaikat yang diserahi urusan hujan dan pembagiannya menurut kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah dan Nabi s.a.w. beliau bersabda:
“Tatkala seorang laki-laki bërada di tanah lapang (gurun) dia mendengar suara di awan, ‘Siramilah kebun fulan,’ maka menjauhlah awan tersebut kemudian menumpahkan air di suatu tanah yang berbatu hitam, maka saluran air di situ dan saluransaluran yang ada telah memuat air seluruhnya. (HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan yang dilakukan malaikat sesuai dengan kehendak Allah s.w.t.
3. Malaikat yang diberikan terompet, yaitu Israfil. Ia meniupnya sesuai dengan perintah Allah dengan tiga kali tiupan: tiupan faza’ (ketakutan), tiupan sha’aq (kematian) dan tiupan ba’ts (kebangkitan). Begitulah yang disebut Ibnu Jarir dan mufassir lainnya ketika menafsirkan firman Allah:
“di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anam: 73).
Dan firman Allah yang artinya:
“kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya.” (Al-Kahfi: 99),
Dan ayat-ayat lainnya yang ada sebutan, “an-nafkhu fishshur” (meniup terompet).
4. Malaikat yang ditugasi mencabut ruh, yakni malaikat maut dan rekan-rekannya. Tentang tugas malaikat ini Allah berfirman:
“Katakanlah, “Malaikat maut yang ditugaskan untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11).
Dan juga dalam firman Allah yang artinya:
“sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajiban.” (AlAnam: 61).
5. Para malaikat penjaga syurga. Allah mengabarkan mereka ketika menjelaskan perjalanan orang-orang bertakwa dalam firman-Nya,
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombong (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal didalamnya.” (Az-Zumar:73).
6. Para malaikat penjaga Neraka Jahanam, mereka itu adalah Zabaniyah. Para pemimpinnya ada 19 dan pemukanya adalah Malik. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah ketika menyifati Neraka Saqar,
“Tahukah kamu apakah (Neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan malaikat.” (Al-Muddatstsir: 27-30).
Dan Allah bercerita tentang penduduk neraka,
“Mereka berseru, ‘Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.’ Dia menjawab, ‘Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)’.” (Az-Zukhruf: 77).
7. Para malaikat yang ditugaskan menjaga seorang hamba dalam segala urusan-nya. Mereka adalah Mu’aqqibat, sebagaimana yang diberitakan Allah dalam firman-Nya:
“Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan uca pan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam han dan yang berjalan (menampakkan din) di siang han. Bagi manusia ada malaikatmalaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Ar-Rad:10-11).
Dan firman Allah, “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga...” (A1-An’am: 61).
8. Para malaikat yang ditugaskan mengawasi amal seorang hamba, amal yang baik mahupun amal yang buruk. Mereka adalah al-Kiram al-Katibun (para pencatat yang mulia). Mereka masuk dalam golongan Hafazhah (para penjaga), sebagaimana firman Allah:
“Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahsia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (Az-Zukhruf: 80).
“(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17-18).
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithar: 10-12).
Dalam kitabnya, Imam Syafi’ie menambahkan dengan malaikat yang ditugaskan meniupkan janin dalam rahim, yaitu ketika janin telah mencapai usia 4 bulan didalam rahim, maka Allah mengutus malaikat untuk menulis rizki, amal, ajal, celaka serta bahagianya, lalu meniupkan ruh padanya[7].
Sedangkan dalam bukunya, ahmad Daudi menyatakan bahwa ada juga para malaikat yang bertugas memohon ampun pada Allah bagi orang yang beriman dan berdoa bagi kebahagiaan mereka didunia dan akhirat. [8]
B. Pengertian Beriman Kepada Malaikat
Iman kepada malaikat adalah bagian dari Rukun Iman. Iman kepada malaikat maksudnya adalah meyakini adanya malaikat, walaupun kita tidak dapat melihat mereka, dan bahwa mereka adalah salah satu makhluk ciptaan Allah. Allah menciptakan mereka dari cahaya. Mereka menyembah Allah dan selalu taat kepada-Nya, mereka tidak pernah berdosa. Tak seorang pun mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah saja yang mengetahui jumlahnya.
Beriman kepada malaikat mengandung empat unsur[9]:
1. Mengimani wujud mereka, bahwa mereka benar-benar ada bukan hanya khayalan, halusinasi, imajinasi, tokoh fiksi, atau dongeng belaka. Dan mereka jumlahnya sangat banyak, dan tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah. Seperti dalam kisah mi’raj-nya Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam, bahwa ketika itu Nabi Shallahu’alaihi wa sallam diangkat ke Baitul Ma’mur di langit, tempat para malaikat shalat setiap hari, jumlah mereka tidak kurang dari 70.000 malaikat. Setiap selesai shalat mereka keluar dan tidak kembali lagi.
2. Mengimani nama-nama malaikat yang kita kenali, misalnya Jibril, Mikail, Israfil, Maut. Adapun yang tidak diketahui namanya, kita mengimani keberadaan mereka secara global. Dan penamaan ini harus sesuai dengan dalil dari al-Quran dan Hadist Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam yang shahih.
3. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita kenali, misalnya:
· Memiliki sayap, ada yang dua, tiga atau empat. Dan juga khususnya Malaikat Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat oleh Nabi Shallahu’alaihi wa sallam yang mempunyai 600 sayap yang menutupi seluruh ufuk semesta alam.
Allah berfirman,
”Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
· Malaikat bisa menjelma menjadi seorang laki-laki, seperti saat diutus oleh Allah kepada Maryam, Nabi Ibrahim, Nabi Luth. Juga saat diutusnya Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam ketika beliau berkumpul dengan para sahabat dalam satu mejelis untuk mengajarkan agama kepada para sahabat Nabi Shallahu’alaihi wa sallam.
4. Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti membaca tasbih dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla siang dan malam tanpa merasa lelah.
Dalil-dalil yang mewajibkan beriman kepada malaikat:
1. Firman Allah dalam surat al-Baqarah,
“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitabkitabNya dan rasul-rasulNya...” (Al-Baqarah: 285).
Allah menjadikan iman ini sebagai akidah seorang mukmin.
2. Firman Allah pada ayat lainnya,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, dan nabi-nabi...” (Al-Baqarah: 177).
Allah mewajibkan percaya kepada hal-hal tersebut di atas dan mengafirkan orang-orang yang mengingkarinya. Allah berfirman, dan barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan Han Kemudian, maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).
3. Sabda Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang iman,
“Yaitu engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir, yang baik mahu pun yang buruk.” (HR. Muslim, 1/37 dan al-Bukhari, 1/19-20).
Rasulullah menjadikan iman itu adalah dengan mempercayai semua yang disebut tadi. Sedangkan iman kepada malaikat adalah sebagian dari iman tersebut. Keberadaan malaikat ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang pasti (qath‘iy), sehingga mengingkarinya adalah kufur berdasarkan ijma’ umat Islam, karena ingkar kepada mereka bererti menyalahi kebenaran al-Quran dan as-Sunnah.
Fungsi iman kepada Malaikat Allah :
1. Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
2. Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dengan bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba mendapatkan Lailatul Qodar.
3. Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti / meniru sifat dan perbuatan malaikat.
4. Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Perbedaan Malaikat dengan Jin, Syetan dan Iblis
Malaikat terbuat dari cahaya atau nur sedangkan jin berasal dari api atau nar. Malaikat selalu tunduk dan taat kepada Allah sedangkan jin ada yang muslim dan ada yang kafir. Yang kafir adalah syetan dan iblis yang akan terus menggona manusia hingga hari kiamat agar bisa menemani mereka di neraka.
Malaikat tidak memiliki hawa nafsu sebagaimana yang dipunyai jin. Jin yang jahat akan selalu senantiasa menentang dan menjalankan apa yang dilarang oleh Tuhan Allah SWT. Malaikat adalah makhluk yang baik dan tidak akan mencelakakan manusia selama berbuat kebajikan, sedangkan syetan dan iblik akan selalu mencelakakan manusia hingga hari akhir.
Terdapat kesalahan-kesalahan yang merusak keimanan kepada malaikat. Bahkan bisa jadi kesalahan itu membawa kepada kekufuran – na’udzu billahi min dzalik -. Oleh karena itulah, kita berlindung kepada Allah agar tidak terjatuh dalam kesalahan tersebut. Beberapa kesalahan yang ada adalah:
- Mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Sungguh inilah yang juga dikatakan kaum musyrikin. Maha Suci Allah dari anggapan ini. Hal ini terdapat dalam firman-Nya, yang artinya, “Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai.” (QS. An-Nahl [16]: 57)
- Beribadah kepada para malaikat. Padahal jika mereka mau merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, akan jelas ditemukan bahwa para malaikat itu sendiri hanya menyembah kepada Allah semata. Walaupun mereka diberi berbagai kelebihan oleh Allah, mereka tetaplah makhluk Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud.” (QS. Al A’raaf [7]: 206)
- Menamakan para malaikat dengan nama-nama yang tidak ditetapkan oleh Allah ta’ala dalam Al-Qur’an dan tidak disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti misalnya menamakan malaikat maut dengan nama Izroil, malaikat pencatat amal dengan Roqib dan ‘Atid.
4. Mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah pembantu Allah. Maha Suci Allah dari perkataan seperti ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan para malaikat tersebut. Dan segala makhluk yang diciptakan Allah adalah membutuhkan Allah. Malaikat-malaikat tersebut pun melaksanakan tugas-tugasnya karena diperintah oleh Allah dan diberi kemampuan untuk melaksanakannya.
Kesalahan anggapan ini adalah termasuk dari kesalahan pemahaman karena menyamakan Allah dengan mahluk, dalam hal ini adalah menyamakan Allah dengan kondisi para raja yang membutuhkan pembantu-pembantu untuk melaksanakan pekerjaannya. Dan ini termasuk dalam hakikat kesyirikan.
C. Hikmah Beriman Kepada Allah
Beriman kepada para malaikat memiliki pengaruh yang agung dalam kehidupan setiap mukmin, di antaranya dapat kita sebutkan:
- Mengetahui keagungan, kekuatan serta kesempurnaan kekuasaan-Nya. Sebab keagungan (sesuatu) yang diciptakan (makhluk) menunjukkan keagungan yang menciptakan (al-Khaliq). Dengan demikian akan menambah pengagungan dan pemuliaan seorang mukmin kepada Allah, di mana Allah menciptakan para malaikat dari cahaya dan diberiNya sayap-sayap.
- Senantiasa istiqomah (meneguhkan pendirian) dalam menaati Allah ta’ala. Karena barangsiapa beriman bahwa para malaikat itu mencatat semua amal perbuatannya, maka ini menjadikannya semakin takut kepada Allah, sehingga ia tidak akan berbuat maksiat kepada-Nya, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
- Bersabar dalam menaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian. Karena sebagai seorang mukmin ia yakin bahwa bersamanya dalam alam yang luas ini ada ribuan malaikat yang menaati Allah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya.
- Bersyukur kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada anak Adam, dimana ia menjadikan sebagian dari para malaikat sebagai penjaga mereka.
- Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan tidak kekal, yakni ketika ia ingat Malaikat Maut yang suatu ketika akan diperintahkan untuk mencabut nyawanya. Karena itu, ia akan semakin rajin mempersiapkan diri menghadapi hari Akhir dengan beriman dan beramal shalih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah mewakilkan kepada malaikat urusan semua makhluk termasuk urusan manusia. Jadi mereka mempunyai hubungan yang erat dengan manusia semenjak ia berupa sperma. Hubungan ini disebutkan Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya “Ighatsatul Lahfan’, beliau berkata, Mereka diserahi urusan penciptaan manusia dan satu fasa ke fasa yang lain, pembentukannya, penjagaannya dalam tiga lapis kegelapan, penulisan rezeki, amal, ajal, nasib celaka dan bahagianya, menyertainya dalam segala urusan-nya, penghitungan ucapan dan perbuatannya, penjagaannya dalam hidupnya, pencabutan ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya ketika untuk diperlihatkan kepada Penciptanya.
Merekalah yang ditugasi mengurus adzab dan nikmat dalam alam barzakh dan sesudah kebangkitan. Mereka yang ditugasi membuat alat-alat kenikmatan dan adzab, Mereka yang meneguhkan (iman) bagi hamba yang mukmin dengan izin Allah, yang mengajarkan baginya apa yang bermanfaat, yang berperang membelanya. Merekalah para walinya (penolongnya) di dunia dan di akhirat. Mereka yang menjanjikannya kebaikan dan mengajak kepadanya, melarang kejahatan serta memperingatkannya. Maka mereka adalah para wali dan ansharnya, penjaga dan mu ‘allim (pengajar)nya, penasihat yang berdoa dan beristighfar untuknya, yang selalu bershalawat atasnya Selama ia mengajarkan kebaikan untuk manusia. Mereka yang memberi khabar gembira dengan karamah Allah ketika tidur, mati dan ketika dibangkitkan.
Merekalah yang membuatnya zuhud di dunia dan menjadikannya cinta kepada akhiratnya. Mereka yang mengingatkan ketika ia lupa, yang menggiatkannya ketika ia malas, dan menenangkannya ketika ia panik. Mereka yang mengupayakan kebaikan dunia dan akhiratnya. Merekalah para utusan Allah dalam mencipta dan mengurusnya. Mereka adalah safir (duta) penghubung antara Allah dan hamba-Nya. Turun dengan perintah dari sisi-Nya di seluruh penjuru alam, dan naik kepada-Nya dengan perintah (membawa urusan).”
B. Penutup
Demikianlah sedikit ilmu yang dapat kami sampaikan. Semoga kita dapat menemukan jawaban atas pertanyaan tentang malaikat yang selama ini mungkin menjadi ganjalan dalam benak kita. Semoga setelah membaca dan merenungkan tentang hakikat malaikat, iman kita menjadi bertambah dan supaya lebih tertanam dalam hati kita, bahwa manusia tidak akan dibiarkan saja tanpa pertanggungjawaban, karena ada malaikat yang selalu mencatat amal perbuatan kita yang kelak kita akan ditanyai tentangnya…
Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
Daudy, Ahmad, Kuliah Aqidah Islam, cet, 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam,Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamatan Islam (LPII) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1992.
Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, cet. 7, Bogor: Pustaka Imam Syafi’ie, 2009.
[1] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, cet. 7, Bogor: Pustaka Imam Syafi’ie, 2009, hal. 223
[5], Dr. Ahmad Daudi, Op. Cit, hal. 96
[9] Yazid bin Bdul Qadir Jawas, Op. Cit, hal. 226
Dalam lingkungan hukum adat, tanah memiliki fungsi yang sangat fundamental, tidak semata-mata sebagai benda mati yang dapat dibentuk sedemikian rupa melainkan juga sebagai tempay untuk mempertahankan hidup atau modal esensial yang mengikat masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hukum tanah saat ini telah mengalami unifikasi melalui UUPA. Setelah berlakunya UUPA, syarat-syarat mengenai timbulnya atau terjadinya hak milik atas tanah menurut hukum adat telah disubordinasikan melalui peraturan pemerintah, seperti disebutkan pasal 22 ayat (1) UUPA bahwa:
Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, pada kenyataannya terjadinya hak milik atas tanah tersebut bukan lagi menurut hukum adat melainkan menurut peraturan pemerintah. Ketentuan lainnya yang secara tegas mengatur hak milik atas tanah menurut hukum adat disebutkan dalam pasal 56 UUPA yang menyatakan bahwa:
Selama undang-undang mengenai hak milik belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20 sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.
Selain dari beberapa pasal di atas, UUPA juga memuat ketentuan-ketentaun konversi yang di dalamnya mengatur pula mengenai konversi hak-hak milik atas tanah yang berasal dari hak gogolan pekulen atau sanggan yang bersifat tetap, dikonversikan menjadi hak milik sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUPA. Konversi tersebut memiliki implikasi bahwa orang yang menguasai hak milik atas suatu tanah setelah ia menyelesaikan urusan sertifikasi tanah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang lain yang juga menguasai hak milik atas tanahnya masing-masing, yang tidak berdasarkan hukum adat. Seperti yang tercantum dalam Putusan MA No. 975K/Pdt/1988 tanggal 28 April 1992 menyatakan bahwa tanah warisan yang berasal dari tanah pekulen setelah disertifikasi tanah tersebut menjadi hak milik dari orang yang namanya tercantum dalam sertifikat hak milik (SHM) yang bersangkutan. Dengan demikian, si pemilik SHM dapat mewariskannya kepada para ahli warisnya. Jika tanah tersebut pada awalnya merupakan warisan dari orang yang namanya tidak dicantumkan dalam SHM, berdasarkan UU, si pemilik asal (pewaris) tidak disebut sebagai pemilik, walaupun berdasarkan kenyataan ia adalah pemilik sebenarnya.[4]
Dalam hal asas-asas hukum tanah, UUPA juga mentransformasikan asas hukum tanah adat ke dalam sistem hukum yang tertulis. Salah satu contohnya adalah tentang asas pemisahan horisontal, terpisahnya tanah dengan bagian-bagian di atasnya. Dengan demikian, dapat terjadi adanya perbedaan status kepemilikan antara tanah dengan benda-benda di atasnya, sehingga seseorang berhak atas tanahnya sedangkan orang lain berhak atas bangunan yang ada di atas tanah yang bersangkutan (numpang karang atau numpang bumi).
Tentang asas pemisahan horisontal ini diakui oleh MA melalui putusannya No. 574 K/Pdt/1992 tanggal 14 Mei 1994. Dalam bagian pertimbangannya, MA menyebutkan bahwa menurut hukum dapat dibenarkan tinggalnya seseorang dalam suatu bangunan rumah yang ada di atas tanah orang lain secara sah, walaupun kemudian tanah tersebut dijual oleh pemiliknya kepada orang lain. Dan si pembeli tanah yang bersangkutan (pemilik tanah kedua) tidak mempunyai kewenangan untuk mengusir orang yang telah menempati rumah yang berada di atas tanah tersebut.
Daftar Bacaan
Ø Effendy, H.A.M. 1990. Pokok-pokok Hukum Adat. Cetakan ke III. Semarang: Duta Grafika
Ø Soemadiningrat, H.R.Otje Salman. 2002. Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer; Telaah Kritis Terhadap Hukum Adat sebagai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat. Bandung: PT.Alumni
Ø Sudiyat, Iman. 1981. Hukum Adat, Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty
Ø Vergouwen, J.C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Aksara
[1] H.A.M. Effendy, SH, 1990, Pokok-pokok Hukum Adat, Cetakan ke III, Semarang: Duta Grafika, hlm. 1.
[4] Prof.Dr.H.R.Otje Salman Soemadiningrat,SH, 2002, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer; Telaah Kritis Terhadap Hukum Adat sebagai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat, Bandung: P.T.Alumni, hlm. 166.
Komentar
Posting Komentar