PENGARUH PERBEDAAN LINTANG DAN BUJUR TEMPAT TERHADAP PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT TERKAIT PENYATUAN ZONA WAKTU DI INDONESIA
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Perubahan zona waktu yang sempat mengusik kehidupan warga Negara
Indonesia, telah menimbulkan wacana bagi kaum muslimin terkait dengan waktu
salat. Namun perdebatan tersebut langsung ditanggapi secara tegas oleh Menteri
Agama Surya Dharma Ali bahwasannya penyatuan zona waktu di Indonesia tidak akan
menimbulkan masalah bagi umat islam.[1]
Hal ini mengingat bahwasannya waktu shalat bukanlah ditentukan oleh jarum jam
melainkan kedudukan atau posisi matahari. Misalnya saja jika waktu subuh di
Jawa sekitar pukul 05.00 maka di Papua adalah pukul 07.00.
Perubahan zona waktu dari WIB, WIT dan WITA menjadi WIB saja, atau
mungkin WIT maupun WITA, tentunya akan merubah penambahan waktu dari waktu GMT
dari +7/+8/+9 menjadi +7 saja. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perhitungan
awal waktu salat yang mana dalam perhitungannya juga memperhitungkan bujur
tempat suatu daerah. Sehingga jika pada mulanya WITA (+8), dengan adanya
penyatuan zona waktu ini, hanya akan ditambah 7 sehingga penambahannya
berkurang 1 jam. Begitu juga dengan WIT yang semula ditambah dengan 9, juga
hanya akan ditambah dengan 7 saja.
Sehingga dengan perubahan zona waktu tersebut, seakan perhitungan
waktu salat yang selama ini digunakan, tidak relevan lagi jika digunakan di
daerah lain yang lebih jauh dari zona WIB, misalnya Papua. Hal ini mengingat
bedanya garis bujur missal daerah Lampung yang terpaut jauh dengan Papua.
Selain itu, hal ini juga mengingat bahwasannya beda satu garis bujur saja telah
terpaut 4 menit. Sehingga jika bujur 135 derajat harus mengikuti bujur 105
derajat, maka akan memajukan waktu menjadi 2 jam lebih cepat dari yang
seharusnya.
15
derajat = 1 jam
|
15
derajat = 60 menit
|
1
derajat = 4 menit
|
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
cara menentukan awal waktu salat?
2.
Bagaimana
pengaruh perbedaan lintang dan bujur terhadap waktu salat terkait perubahan
zona waktu?
C.
PEMBAHASAN
Salat
merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan. Tanpa kita
sadari, melaksanakan salat 5 kali sehari sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
akan membuat kegiatan kita sehari-hari teratur pula. Meskipun tidak dijelaskan
secara gamblang namun dalam al-qur’an telah termaktub ayat yang intinya tentang
waktu salat yang telah ditetapkan. Hal tersebut terdapat dalam surat an-Nisa’
ayat 103 yang berbunyi:
#sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4
¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B
Artinya:
“kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman”.[2]
Hisab
awal waktu salat adalah hisab yang memperhitungkan kapan dimulai dan berahirnya
salat yang menjadi kewajiban umat islam. Secara umum, terdapat beberapa hal
yang menjadi faktor dalam hisab awal waktu salat. Baik berupa data murni maupun
data yang diperoleh berdasarkan perhitungan. Diantaranya adalah:
a.
Lintang
tempat (φ)
Lintang tempat (‘Urdlul Balad) adalah
lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang sejajar dengan khatulistiwa bumi
dan diukur dari khatulistiwa sampai tempat yang dicari,[3]
atau bisa juga dikatakan dengan jarak antara equator sampai garis lintang
diukur sepanjang garis bujur.[4]
Garis lintang merupakan lingkaran kecil yang terdapat pada bola bumi yang
sejajar dengan equator bumi. Garis lintang dibagi menjadi dua bagian yakni garis
lintang utara dan garis lintang selatan. Garis lintang utara yaitu garis
lintang yang nilainya positif , berada 0o sampai 90o di
sebelah utara equator. Garis lintang selatan yaitu garis lintang negatif yang
berada 0o sampai 90o di selatan equator.
b.
Bujur
tempat (λx)
Garis bujur adalah lingkaran yang
terdapat pada bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan bumi.[5]
Garis bujur merupakan lingkaran besar yang ada di bola bumi yang melalui kutub
utara dan kutub selatan. Bujur tempat dihitung dari garis bujur 0o yang
berada di Greenwich ditarik melalui garis lintang sampai ketempat yang di cari
garis bujurnya. Sebagaimana garis lintang, garis bujur juga terbagi menjadi dua
bagian yakni bujur barat dan bujur timur.
Garis bujur barat yaitu garis bujur yang
berada 0o sampai 180o di sebelah barat garis bujur
Grenwich.[6]
Garis bujur barat nilanya negatif sehingga untuk mencari waktu daerah yang
berada di sebelah barat GMT harus dikurangi dengan selisih antara waktu
keduanya. Sedangkan untuk bujur timur yaitu garis bujur yang berada 0o
sampai 180o di sebelah timur Greenwich. Berbeda dengan bujur barat,
garis bujur timur nilainya positif sehingga untuk mencari waktu daerah yang
berada di timur Greenwich maka waktu GMT ditambah dengan selisih keduanya.
c.
Bujur
daerah (λd)
Bujur daerah yaitu garis bujur yang
berada di suatu daerah dihitung 15o mulai dari Greenwich. Sehingga
garis bujur daerah terbagi menjadi 24 bagian yaitu 0o, 15o,
30o, 45o, 60o, 75o, 90o,
105o, 120o, 135o, 150o, 165o,
180o di sebelah barat Greenwich yang bernilai negatif dan 0o,
15o, 30o, 45o, 60o, 75o,
90o, 105o, 120o, 135o, 150o,
165o, 180o di sebelah timur Greenwich yang bernilai
positif.
d.
Tinggi
Tempat (m)
Tinggi tempat yaitu letak suatu
tempat yang dihitung dari permukaan air laut[7]
sampai tempat yang bersangkutan. Dalam perhitungan awal waktu salat, tinggi
tempat berfungsi untuk mencari kerendahan ufuk (ku).[8]
e.
Deklinasi
matahari (δ)
Deklinasi matahari yaitu jarak yang
dibentuk oleh lintasan matahari dengan khatulistiwa. Deklinasi bernilai positif jika berada di
belahan langit utara dan bernilai negatif jika berada di belahan langit
selatan. Saat matahari berada di katulistiwa, nilai deklinasinya adalah 0o
yaitu terjadi sekitar tanggal 21 maret dan tanggal 23 september. Sedangkan
deklinasi terjauh yaitu 23o 27’ diutara khatulistiwa yang terjadi
pada tanggal 21 juni dan berada pada garis balik selatan pada tanggal 22
desember, dst.[9]
f.
Equation
of Time (e)
Equation of Time/Ta’dilul waqti/Ta’diluz
zaman atau biasa juga disebut dengan perata waktu yaitu selisih waktu antara
waktu matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata (pertengahan).[10]
Hal ini terjadi karena eclipse-nya bentuk bumi yang mengakibatkan lama siang
dan malam berbeda setiap harinya. Kadang kurang dari 24 jam dan terkadang lebih
dari 24 jam.
g.
Tinggi
Matahari (h)
Tinggi matahari (irtifa’usy Syams)
yaitu jarak busur sepanjang lingkaran vertical dihitung dari ufuk sampai
matahari. Tinggi matahari bertanda
positif jika berada di atas ufuk dan bertanda negatif jika berada di bawah
ufuk.[11]
Dalam perhitungan waktu salat tinggi matahari merupakan satu unsur yang sangat
penting. Hal ini mengingat bahwasnnya cara penentuan awal waktu salat yang
termaktub dalam dalil naqli berdasarkan pada peredaran matahari itu sendiri
setiap harinya jika dilihat dari bumi.
Dalam menentukan tinggi matahari
saat terbit maupun saat terbenam dengan rumus: ho = -(ku +
refraksi + semi diameter).[12]
Untuk menentukan waktu asar terkait erat dengan jarak zenith matahari pada saat
matahari berada di bujur langit yang bertepatan dengan datangnya awal waktu dzuhur
dengan menggunakan rumus: zm = δo – φx, dengan
catatan zm harus selalu positif dan jika negatif maka harus dirubah menjadi
positif. Setelah itu, baru menentukan tinggi asar yakni dengan rumus: ha =
tg zm + 1. Kemudian tinggi matahari untuk isya’ dengan rumus: ha = -17 +
h terbit/ terbenam. Tinggi matahari untuk awal subuh dengan rumus: ha =
-19 + h terbit/terbenam serta tinggi matahari untuk awal dluha dengan
tinggi 3o 30’ yaitu sesuai dengan ketetapan yang telah menjadi
kesepakatan.[13]
Meski demikian, ada juga yang menggunakan ketinggian 4o 30’ untuk
tinggi dluha.
h.
Meridian
Pass (MP)
Meridian pass yaitu waktu di saat
matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di bujur langit menurut
waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu menunjukkan waktu 12
siang.[14]
MP dapat dihitung dengan rumus MP = 12 – e, dengan e adalah equation of time.[15]
i.
Sudut
Waktu Matahari (to)
Sudut waktu matahari adalah busur
sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai
matahari berada. Harga atau nilai sudut waktu adalah 0o sampai 180o.
nilai sudut waktu 0o adalah ketika matahari berada di titik
kulminasi atas atau tepat di bujur langit, sedangkan nilai sudut waktu 180o
adalah ketika matahari berada di titik kulminasi bawah. Jika matahari berada di
sebelah barat bujur atau dibelahan langit sebelah barat maka sudut waktu
bertanda positif (asar, maghrib, dan isya’). Sedangkan sudut waktu bertanda
negatif jika matahari berada di timur bujur langit atau dibelahan langit
sebelah timur (subuh, terbit dan dluha). Sudut waktu dihitung dengan
rumus:
Cos to = -tan φx tan δo + sin ho
: cos φx : cos δo
Atau
Cos to[16] =
sin ho : cos φx : cos δo – tan φx
tan δo
Pada dasarnya kedua rumus diatas adalah sama.
j.
Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah suatu langkah
pengaman dalam perhitungan awal waktu salat dengan cara menambah atau mengurang
1 s/d 2 dari hasil perhitungan yang sebenarnya. Ikhtiyat ini dimaksudkan untuk
mencakup daerah-daerah sekitarnya, dimana permenitnya adalah ± 27.5 Km,
menjadikan pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu sehingga
penggunaannya lebih mudah, dan juga untuk memberikan koreksi atas kesalahan
dalam perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu salat benar-benar sudah
masuk sehingga ibadah salat itu benar-benar dilaksanakan dalam waktunya.[17]
Namun dalam perkembangannya, para ahli falak banyak yang
menggunakan ikhtiyat selama 3 menit bahkan ada juga yang menggunakan ikhtiyat 5
menit.
Setelah
memperhitungkan data-data diatas, langkah selanjutnya adalah menghitung waktu
salat tersebut dengan rumus sebagai berikut:
a.
Waktu
dzuhur
Waktu dzuhur yaitu dimulai sesaat
setelah matahari terlepas dari titik kulminasi atas atau matahari terlepas dari
bujur langit.[18]
Saat matahari berada dalam bujur atas tersebut, sesuai jam istiwa’, waktu
hakiki menunjukkan pukul 12.00 sehingga perlu di ubah menjadi waktu pertengahan
yaitu dengan rumus:
MP = 12 – e + (λd – λx)
: 15[19]
MP = Bujur Pass
e =
equation of time
b.
Waktu
Salat Asar, Maghrib, Isya’’, Imsak, Subuh, Terbit dan Dluha.
Setelah ditemukan sudut waktu
matahari, selanjutnya kita konversi ke satuan waktu dengan membaginya dengan 15
(t/15). Untuk waktu Asar, Maghrib dan isya’, tinggal kita tambahkan meridian Pass
dengan hasil t/15 sedangkan untuk waktu Imsak, Subuh, Terbit, Dluha, digunakan
rumus meridian Pass dikurangi t/15.
Dalam perhitungan waktu salat, kita
juga harus memperhatikan posisi matahari baik saat permulaan dan akhir
twilight, matahari terbit, tenggelam dan transit. Waktu terbit dan tenggelam
bagi daerah yang berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, akan
berbeda dengan daerah yang berada di ketinggian yang sama dengan permukaan air
laut. Perbedaan tersebut akan mencapai 5-13 menit, tergantung lintang kedua
titik tersebut.[20]
Terkait dengan perubahan zona waktu,
dari tiga waktu daerah menjadi satu daerah saja, perbedaan lintang dan bujur
tempat juga akan mengakibatkan perbedaan awal waktu salat antara suatu daerah
dengan daerah lain. Berikut tabel waktu salat untuk hari jum’at, 14 september
2012 dengan bujur yang sama dan lintang berbeda serta bujur yang berbeda dan
lintang yang sama:
a.
Tabel
Waktu Salat dengan Lintang yang Sama (0o) dan Bujur yang Berbeda
BUJUR
|
105
|
106
|
107
|
108
|
109
|
110
|
111
|
112
|
IMSAK
|
4.16
|
4.12
|
4.08
|
4.04
|
4.00
|
3.56
|
3.52
|
3.48
|
SUBUH
|
4.34
|
4.30
|
4.26
|
4.22
|
4.18
|
4.14
|
4.10
|
4.06
|
TERBIT
|
5.51
|
5.47
|
5.43
|
5.39
|
5.35
|
5.31
|
5.27
|
5.23
|
DLUHA
|
6.10
|
6.06
|
6.02
|
5.58
|
5.54
|
5.50
|
5.46
|
5.42
|
DZUHUR
|
11.56
|
11.52
|
11.48
|
11.44
|
11.40
|
11.36
|
11.32
|
11.28
|
ASAR
|
15.02
|
14.58
|
14.54
|
14.50
|
14.46
|
14.42
|
14.38
|
14.34
|
MAGHRIB
|
18.01
|
17.57
|
17.53
|
17.49
|
17.45
|
17.41
|
17.37
|
17.33
|
ISYA’’
|
19.09
|
19.05
|
19.01
|
18.57
|
18.53
|
18.49
|
18.45
|
18.41
|
Berdasarkan tabel di atas, dapat
kita ketahui bahwasannya perbedaan garis bujur akan berpengaruh terhadap awal
waktu salat di suatu tempat dengan tempat yang lain. Daerah yang berada pada suatu
garis bujur akan berbeda 4 menit dengan garis bujur sebelum meupun sesudahnya. Waktu
subuh pada garis bujur 105 adalah 4:16 waktu (+7 GMT) dan untuk bujur 106
adalah 4:12 waktu (+7 GMT). Karena rotasi bumi dengan arah dari barat ke timur
maka kawasan-kawasan di daerah timur mengalami keadaan terbit dan terbenam
matahari lebih dahulu daripada kawasan-kawasan di barat.[21] Suatu
tempat di bumi yang berada pada garis bujur yang berbeda akan memiliki waktu
yang berbeda pula.
Masing-masing waktu salat dengan
bujur yang berbeda memiliki selisih waktu 4 menit. Hal ini sesuai dengan konsep
waktu berdasarkan garis bujur. Dikarenakan perhitungan di atas menggunakan
garis bujur 105o ketimur, maka awal waktu salat yang di peroleh dari
satu garis bujur di kurangi 4 menit. Berbeda jika kita menghitung waktu salat
untuk garis bujur 105o ke barat, maka waktu salat yang di peroleh di
tambah dengan 4 menit.
b.
Tabel
Waktu Salat Dengan Satu Bujur Yang Sama
(110o) Dan Garis Lintang Yang Berbeda
Lintang
|
0
|
-1
|
-2
|
-3
|
-4
|
-5
|
-6
|
-7
|
Imsak
|
4.00
|
4.01
|
4.02
|
4.02
|
4.03
|
4.04
|
4.03
|
4.04
|
Subuh
|
4.19
|
4.19
|
4.20
|
4.21
|
4.21
|
4.22
|
4.22
|
4.23
|
Terbit
|
5.36
|
5.36
|
5.37
|
5.38
|
5.38
|
5.39
|
5.39
|
5.40
|
Dluha
|
5.55
|
5.55
|
5.56
|
5.57
|
5.58
|
5.58
|
5.58
|
5.60
|
Dzuhur
|
11.41
|
11.41
|
11.41
|
11.41
|
11.41
|
11.41
|
11.40
|
11.41
|
Asar
|
14.55
|
14.56
|
14.57
|
14.58
|
14.59
|
14.59
|
14.59
|
15.00
|
Maghrib
|
17.46
|
17.45
|
17.45
|
17.44
|
17.43
|
17.43
|
17.41
|
17.41
|
Isya’
|
18.55
|
18.54
|
18.54
|
18.53
|
18.52
|
18.52
|
18.50
|
18.51
|
Tabel 1: Pada Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 9
Lintang
|
0
|
-1
|
-2
|
-3
|
-4
|
-5
|
-6
|
-7
|
Imsak
|
3.56
|
4.02
|
3.57
|
3.56
|
3.57
|
3.57
|
3.57
|
3.57
|
Subuh
|
4.14
|
4.20
|
4.15
|
4.15
|
4.15
|
4.15
|
4.15
|
4.15
|
Terbit
|
5.31
|
5.36
|
5.31
|
5.31
|
5.31
|
5.32
|
5.32
|
5.32
|
Dluha
|
5.50
|
5.55
|
5.50
|
5.50
|
5.51
|
5.51
|
5.51
|
5.51
|
Dzuhur
|
11.36
|
11.41
|
11.36
|
11.36
|
11.36
|
11.36
|
11.36
|
11.36
|
Asar
|
14.42
|
14.48
|
14.45
|
14.46
|
14.47
|
14.48
|
14.50
|
14.51
|
Maghrib
|
17.41
|
17.46
|
17.40
|
17.40
|
17.40
|
17.39
|
17.39
|
17.39
|
Isya’’
|
18.49
|
18.54
|
18.48
|
18.48
|
18.48
|
18.48
|
18.48
|
18.48
|
Tabel 2: Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 3o
Lintang
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Imsak
|
3.54
|
3.54
|
3.54
|
3.54
|
3.53
|
3.53
|
3.53
|
3.53
|
Subuh
|
4.12
|
4.12
|
4.12
|
4.12
|
4.11
|
4.11
|
4.11
|
4.11
|
Terbit
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
5.28
|
Dluha
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
5.47
|
Dzuhur
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
11.33
|
Asar
|
14.33
|
14.34
|
14.36
|
14.38
|
14.40
|
14.41
|
14.43
|
14.44
|
Maghrib
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
17.38
|
Isya’’
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
18.46
|
Tabel
3: Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 0o.
Untuk tabel yang kedua ini adalah
tabel waktu salat dengan bujur yang sama dan lintang yang berbeda. Dengan
melihat tabel di atas, dapat kita ketahui bahwasannya perbedaan lintang tempat
juga berpengaruh terhadap perbedaan awal waktu salat. Meskipun perbedaan
tersebut tidak sebesar perbedaan waktu salat dengan adanya perbedaan bujur
tempat.
Tempat-tempat yang berada pada bujur
yang sama, melihat matahari mencapai kulminasinya pada saat yang sama. Karena
waktu jam kita disesuaikan dengan matahari dan saat kulminasinya disebut pukul
12 tengah hari. Maka pada tempat-tempat tersebut pada pukul 12 adalah
bersamaan. Namun tidak sama halnya dengan tempat-tempat yang letaknya pada
bujur yang berbeda.[22] Sehingga
hal ini dapat kita lihat dalam tabel tersebut, saat deklinasi matahari
berapapun, waktu dzuhur akan tepat pada jam yang sama.
Berbeda halnya dengan waktu-waktu
salat yang lain. Dalam tabel tersebut menunjukkan adanya perbedaan awal waktu
salat. Pada deklinasi 0o bagi semua tempat yang berada pada satu bujur
akan mengalami terbit dan terbenam secara bersamaan. Sedangkan jika deklinasi
matahari bukan 0o maka daerah
yang sama bujurnya tidak akan mengalami terbit dan terbenam secara bersamaan.
Jika deklinasi selatan maka tempat-tempat yang berada pada lintang selatan akan
mengalami terbit dan terbenam lebih cepat dari daerah yang berada di utara matahari.[23] Hal
ini karena awal waktu salat juga di pengaruhi dengan deklinasi matahari sehingga
matahari pada 0o dilihat dari lintang 0o akan berbeda
dengan deklinasi 0o dan dilihat dari lintang 8o.
Inilah mengapa naik dan turunnya
matahari di berbagai tempat tidaklah sama. Bagi orang yang berada di
khatulistiwa dan matahari juga berada di khatulistiwa maka naik dan turunnya
matahari lurus dan tegak siku-siku pada ufuknya. Sedangkan bagi yang berada di
sebelah selatan atau di sebelah utara khatulistiwa, naik dan turunnya matahari
miring tidaklah lurus. Oleh karena itu lama beberapa waktu salat disuatu tempat
dengan tempat yang lain, tidaklah sama.[24]
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwasannya perbedaan lintang pada umumnya juga
mengakibatkan perbedaan waktu salat bagi berbagai tempat dengan garis bujur
yang sama. Hanya saja, awal waktu dzuhur akan sama di berbagai daerah yang
bujurnya juga sama.[25]
D.
KESIMPULAN
Pada
dasarnya, penentuan waktu salat bukan berdasarkan pada waktu GMT atau waktu
bumi melainkan dengan melihat peredaran matahari. Sehingga jika zona waktu
Indonesia di satukan, maka tidak akan mempengaruhi waktu salat. Hanya saja,
waktu subuh bagi umat islam yang berada di daerah Indonesia bagian barat tetap
tidak akan bersamaan dengan waktu subuh umat islam yang berada di daerah Indonesia timur.
Sedangkan
terkait dengan lintang tempat, meskipun perbedaan waktu salat di masing-masing
lintang tidak terpaut jauh, namun masih tetap berbeda. Hal ini karena dalam
perhitungan waktu salat juga memeperhitungkan deklinasi matahari. Sehingga matahari
posisi matahari akan tampak berbeda jika dilihat dari dua tempat yang berbeda
garis lintangnya.
E.
PENUTUP
Syukur
alhamdulillah kepada Allah SWT. penulis ucapkan sebagai ungkapan rasa syukur
karena telah menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf atas kekurangan dan
kelemahan skripsi ini dari berbagai sisi. Namun demikian penulis berdo’a dan
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca
pada umumnya.
Atas
saran dan kritik konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan tulisan ini,
penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Basith, Abdul, Hisab Awal-awal Waktu Salat dalam Orientasi
Hisab Rukyat Se-Jawa Tengah tanggal 28-30 november 2008
Hambali, Slamet, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat dan
Arah Kiblat Seluruh Dunia), Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo,
2011.
Hollander, H. G. Den, (penerjemah I Made Sugita), Ilmu Falak, Jakarta:
J. B. Wolters, 1951
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/295584-menuju-satu-zona-waktu
indonesia diakses pada Senin, 12 Maret 2012, 18:45 WIB
Khazin, Muhyiddin, Ilmu falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Buana Pustaka, 2008
Musonnif, Ahmad, Ilmu falak Metode Hisab Awal Waktu salat, Arah
Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogjakarta: Teras, 2011
Rachim, Abd., Ilmu Falak, Yogyakarta
: Liberty, 1983
Saksono, Tono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas
Publicita, 2007
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an), volume 2, cetakan 1, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000
Wardan, K.R. Muhammad, Kitab Falak dan Hisab, Jogjakarta : Toko
Pandu, 1957
[1] http://fokus.news.viva.co.id/news/read/295584-menuju-satu-zona-waktu-indonesia diakses
pada Senin, 12 Maret 2012, 18:45 WIB
[2] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), volume
2, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, cetakan 1, 2000, hal. 546
[3] Slamet
Hambali, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat Seluruh
Dunia), Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, hal. 94
[4] Makalah Abdul Basith Hisab
Awal-awal Waktu Salat Dalam Orientasi Hisab Rukyat se-Jawa Tengah Pondok
Pesantren Daarun Najaah, Semarang 28-30 November 2008, hlm.2
[5] Slamet
Hambali, Op. Cit, 95
[6] Garis bujur 0o
yang berada di Grenwich yaitu garis yang ditetapkan sebagai standar waktu
dunia. Hal ini berdasarkan kesepakatan. Meski telah ditetapkan sebagai standar
waktu dunia, hal ini bisa berubah sewaktu-waktu karena ketetapan ini tidaklah
mutlak hanya saja jika terjadi perubahan pasti akan banyak yang menolaknya.
Kemungkinan perubahan Standar waktu dunia ini bisa dilihat dengan munculnya isu
tentang waktu makkah yang akan dijadikan sebagai standar waktu bagi umat islam.
[7] Slamet hambali, Op. Cit. hal.
141
[8] Kerendahan
ufuk (DIP) yaitu perbedaan kedudukan antara ufuk yang sebenarnya (hakiki)
dengan ufuk yang terlihat (mar’i) oleh seorang pengamat. Dalam
menghitung DIP terdapat beberapa rumus yang digunakan diantaranya: 0o1’76√m
(Slamet Hambali, hal. 96) atau 0.0293√m (Muhyiddin Khazin, Ilmu falak Dalam
Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008, hal. 138) dengan m
yaitu tinggi tempat dengan satuan meter.
[9] Slamet
hambali, Op. Cit, hlm. 55
[10] Muhyiddin
Khazin, Op. Cit, hlm. 67
[11] Muhyiddin
Khazin, Op. Cit, hlm. 80
[12] Refraksi
adalah pembiasan atau pembelokan cahaya matahari karena matahari tidak dalam
posisi tegak, fefraksi tertinggi adalah saat matahari terbenam yaitu 0o 16’.
Semi diameter adalah setengah garis tengah matahari yang besar kecilnya tidak
menentu tergantung jauh dekatnya bumi matahari. Sedangkan semi diameter
matahari rata-rata adalah 0o 16’
[13] Slamet Hambali, Op. Cit, hlm.
142
[15] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm.
69
[16] Slamet Hambali, Op. Cit, hlm.
142
[17] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm.
82
[18] Muhyiddin
Khazin, Op. Cit, hlm. 87
[19] Slamet
Hambali, Op. Cit, hlm. 144
[20] Tono Saksono,
Ph. D, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas Publicita,
2007, hlm. 167
[21] Ahmad
Musonnif, Ilmu falak Metode Hisab Awal Waktu salat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogjakarta: Teras, 2011, hlm. 51
[22] H. G. Den
Hollander (penerjemah I Made Sugita), Ilmu Falak, Jakarta: J. B.
Wolters, 1951, hlm. 38
[23] Abd. Rachim, Ilmu
Falak, Yogyakarta : Liberty, 1983, hlm, 52.
[25] Abd. Rachim, Op.
Cit, hlm, 53.
Komentar
Posting Komentar