PENGARUH PERBEDAAN LINTANG DAN BUJUR TEMPAT TERHADAP PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT TERKAIT PENYATUAN ZONA WAKTU DI INDONESIA


A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Perubahan zona waktu yang sempat mengusik kehidupan warga Negara Indonesia, telah menimbulkan wacana bagi kaum muslimin terkait dengan waktu salat. Namun perdebatan tersebut langsung ditanggapi secara tegas oleh Menteri Agama Surya Dharma Ali bahwasannya penyatuan zona waktu di Indonesia tidak akan menimbulkan masalah bagi umat islam.[1] Hal ini mengingat bahwasannya waktu shalat bukanlah ditentukan oleh jarum jam melainkan kedudukan atau posisi matahari. Misalnya saja jika waktu subuh di Jawa sekitar pukul 05.00 maka di Papua adalah pukul 07.00.
Perubahan zona waktu dari WIB, WIT dan WITA menjadi WIB saja, atau mungkin WIT maupun WITA, tentunya akan merubah penambahan waktu dari waktu GMT dari +7/+8/+9 menjadi +7 saja. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perhitungan awal waktu salat yang mana dalam perhitungannya juga memperhitungkan bujur tempat suatu daerah. Sehingga jika pada mulanya WITA (+8), dengan adanya penyatuan zona waktu ini, hanya akan ditambah 7 sehingga penambahannya berkurang 1 jam. Begitu juga dengan WIT yang semula ditambah dengan 9, juga hanya akan ditambah dengan 7 saja.
Sehingga dengan perubahan zona waktu tersebut, seakan perhitungan waktu salat yang selama ini digunakan, tidak relevan lagi jika digunakan di daerah lain yang lebih jauh dari zona WIB, misalnya Papua. Hal ini mengingat bedanya garis bujur missal daerah Lampung yang terpaut jauh dengan Papua. Selain itu, hal ini juga mengingat bahwasannya beda satu garis bujur saja telah terpaut 4 menit. Sehingga jika bujur 135 derajat harus mengikuti bujur 105 derajat, maka akan memajukan waktu menjadi 2 jam lebih cepat dari yang seharusnya.
15 derajat = 1 jam
15 derajat = 60 menit
1 derajat = 4 menit

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana cara menentukan awal waktu salat?
2.      Bagaimana pengaruh perbedaan lintang dan bujur terhadap waktu salat terkait perubahan zona waktu?
C.     PEMBAHASAN
Salat merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan. Tanpa kita sadari, melaksanakan salat 5 kali sehari sesuai dengan waktu yang telah ditentukan akan membuat kegiatan kita sehari-hari teratur pula. Meskipun tidak dijelaskan secara gamblang namun dalam al-qur’an telah termaktub ayat yang intinya tentang waktu salat yang telah ditetapkan. Hal tersebut terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 103 yang berbunyi:
 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B  
Artinya: “kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.[2]

Hisab awal waktu salat adalah hisab yang memperhitungkan kapan dimulai dan berahirnya salat yang menjadi kewajiban umat islam. Secara umum, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor dalam hisab awal waktu salat. Baik berupa data murni maupun data yang diperoleh berdasarkan perhitungan. Diantaranya adalah:
a.       Lintang tempat (φ)
Lintang tempat (‘Urdlul Balad) adalah lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang sejajar dengan khatulistiwa bumi dan diukur dari khatulistiwa sampai tempat yang dicari,[3] atau bisa juga dikatakan dengan jarak antara equator sampai garis lintang diukur sepanjang garis bujur.[4] Garis lintang merupakan lingkaran kecil yang terdapat pada bola bumi yang sejajar dengan equator bumi. Garis lintang dibagi menjadi dua bagian yakni garis lintang utara dan garis lintang selatan. Garis lintang utara yaitu garis lintang yang nilainya positif , berada 0o sampai 90o di sebelah utara equator. Garis lintang selatan yaitu garis lintang negatif yang berada 0o sampai 90o di selatan equator.
b.      Bujur tempat (λx)
Garis bujur adalah lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan bumi.[5] Garis bujur merupakan lingkaran besar yang ada di bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan. Bujur tempat dihitung dari garis bujur 0o yang berada di Greenwich ditarik melalui garis lintang sampai ketempat yang di cari garis bujurnya. Sebagaimana garis lintang, garis bujur juga terbagi menjadi dua bagian yakni bujur barat dan bujur timur.
Garis bujur barat yaitu garis bujur yang berada 0o sampai 180o di sebelah barat garis bujur Grenwich.[6] Garis bujur barat nilanya negatif sehingga untuk mencari waktu daerah yang berada di sebelah barat GMT harus dikurangi dengan selisih antara waktu keduanya. Sedangkan untuk bujur timur yaitu garis bujur yang berada 0o sampai 180o di sebelah timur Greenwich. Berbeda dengan bujur barat, garis bujur timur nilainya positif sehingga untuk mencari waktu daerah yang berada di timur Greenwich maka waktu GMT ditambah dengan selisih keduanya.
c.       Bujur daerah (λd)
Bujur daerah yaitu garis bujur yang berada di suatu daerah dihitung 15o mulai dari Greenwich. Sehingga garis bujur daerah terbagi menjadi 24 bagian yaitu 0o, 15o, 30o, 45o, 60o, 75o, 90o, 105o, 120o, 135o, 150o, 165o, 180o di sebelah barat Greenwich yang bernilai negatif dan 0o, 15o, 30o, 45o, 60o, 75o, 90o, 105o, 120o, 135o, 150o, 165o, 180o di sebelah timur Greenwich yang bernilai positif.
d.      Tinggi Tempat (m)
Tinggi tempat yaitu letak suatu tempat yang dihitung dari permukaan air laut[7] sampai tempat yang bersangkutan. Dalam perhitungan awal waktu salat, tinggi tempat berfungsi untuk mencari kerendahan ufuk (ku).[8]
e.       Deklinasi matahari (δ)
Deklinasi matahari yaitu jarak yang dibentuk oleh lintasan matahari dengan khatulistiwa.  Deklinasi bernilai positif jika berada di belahan langit utara dan bernilai negatif jika berada di belahan langit selatan. Saat matahari berada di katulistiwa, nilai deklinasinya adalah 0o yaitu terjadi sekitar tanggal 21 maret dan tanggal 23 september. Sedangkan deklinasi terjauh yaitu 23o 27’ diutara khatulistiwa yang terjadi pada tanggal 21 juni dan berada pada garis balik selatan pada tanggal 22 desember, dst.[9]
f.       Equation of Time (e)
Equation of Time/Ta’dilul waqti/Ta’diluz zaman atau biasa juga disebut dengan perata waktu yaitu selisih waktu antara waktu matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata (pertengahan).[10] Hal ini terjadi karena eclipse-nya bentuk bumi yang mengakibatkan lama siang dan malam berbeda setiap harinya. Kadang kurang dari 24 jam dan terkadang lebih dari 24 jam.
g.      Tinggi Matahari (h)
Tinggi matahari (irtifa’usy Syams) yaitu jarak busur sepanjang lingkaran vertical dihitung dari ufuk sampai matahari.   Tinggi matahari bertanda positif jika berada di atas ufuk dan bertanda negatif jika berada di bawah ufuk.[11] Dalam perhitungan waktu salat tinggi matahari merupakan satu unsur yang sangat penting. Hal ini mengingat bahwasnnya cara penentuan awal waktu salat yang termaktub dalam dalil naqli berdasarkan pada peredaran matahari itu sendiri setiap harinya jika dilihat dari bumi.
Dalam menentukan tinggi matahari saat terbit maupun saat terbenam dengan rumus: ho = -(ku + refraksi + semi diameter).[12] Untuk menentukan waktu asar terkait erat dengan jarak zenith matahari pada saat matahari berada di bujur langit yang bertepatan dengan datangnya awal waktu dzuhur dengan menggunakan rumus: zm = δo – φx, dengan catatan zm harus selalu positif dan jika negatif maka harus dirubah menjadi positif. Setelah itu, baru menentukan tinggi asar yakni dengan rumus: ha = tg zm + 1. Kemudian tinggi matahari untuk isya’ dengan rumus: ha = -17 + h terbit/ terbenam. Tinggi matahari untuk awal subuh dengan rumus: ha = -19 + h terbit/terbenam serta tinggi matahari untuk awal dluha dengan tinggi 3o 30’ yaitu sesuai dengan ketetapan yang telah menjadi kesepakatan.[13] Meski demikian, ada juga yang menggunakan ketinggian 4o 30’ untuk tinggi dluha.
h.      Meridian Pass (MP)
Meridian pass yaitu waktu di saat matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di bujur langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu menunjukkan waktu 12 siang.[14] MP dapat dihitung dengan rumus MP = 12 – e, dengan e adalah equation of time.[15]
i.        Sudut Waktu Matahari (to)
Sudut waktu matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Harga atau nilai sudut waktu adalah 0o sampai 180o. nilai sudut waktu 0o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di bujur langit, sedangkan nilai sudut waktu 180o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi bawah. Jika matahari berada di sebelah barat bujur atau dibelahan langit sebelah barat maka sudut waktu bertanda positif (asar, maghrib, dan isya’). Sedangkan sudut waktu bertanda negatif jika matahari berada di timur bujur langit atau dibelahan langit sebelah timur (subuh, terbit dan dluha). Sudut waktu dihitung dengan rumus: 
Cos to = -tan φx tan δo + sin ho : cos φx : cos δo
Atau
Cos to[16] = sin ho : cos φx : cos δo – tan φx tan δo
Pada dasarnya kedua rumus diatas adalah sama.
j.        Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu salat dengan cara menambah atau mengurang 1 s/d 2 dari hasil perhitungan yang sebenarnya. Ikhtiyat ini dimaksudkan untuk mencakup daerah-daerah sekitarnya, dimana permenitnya adalah ± 27.5 Km, menjadikan pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu sehingga penggunaannya lebih mudah, dan juga untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu salat benar-benar sudah masuk sehingga ibadah salat itu benar-benar dilaksanakan dalam waktunya.[17]
Namun dalam perkembangannya, para ahli falak banyak yang menggunakan ikhtiyat selama 3 menit bahkan ada juga yang menggunakan ikhtiyat 5 menit.
Setelah memperhitungkan data-data diatas, langkah selanjutnya adalah menghitung waktu salat tersebut dengan rumus sebagai berikut:
a.       Waktu dzuhur
Waktu dzuhur yaitu dimulai sesaat setelah matahari terlepas dari titik kulminasi atas atau matahari terlepas dari bujur langit.[18] Saat matahari berada dalam bujur atas tersebut, sesuai jam istiwa’, waktu hakiki menunjukkan pukul 12.00 sehingga perlu di ubah menjadi waktu pertengahan yaitu dengan rumus:
MP = 12 – e + (λd – λx) : 15[19]
MP = Bujur Pass
e    = equation of time
b.      Waktu Salat Asar, Maghrib, Isya’’, Imsak, Subuh, Terbit dan Dluha.
Setelah ditemukan sudut waktu matahari, selanjutnya kita konversi ke satuan waktu dengan membaginya dengan 15 (t/15). Untuk waktu Asar, Maghrib dan isya’, tinggal kita tambahkan meridian Pass dengan hasil t/15 sedangkan untuk waktu Imsak, Subuh, Terbit, Dluha, digunakan rumus meridian Pass dikurangi t/15.
 
Dalam perhitungan waktu salat, kita juga harus memperhatikan posisi matahari baik saat permulaan dan akhir twilight, matahari terbit, tenggelam dan transit. Waktu terbit dan tenggelam bagi daerah yang berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, akan berbeda dengan daerah yang berada di ketinggian yang sama dengan permukaan air laut. Perbedaan tersebut akan mencapai 5-13 menit, tergantung lintang kedua titik tersebut.[20]
Terkait dengan perubahan zona waktu, dari tiga waktu daerah menjadi satu daerah saja, perbedaan lintang dan bujur tempat juga akan mengakibatkan perbedaan awal waktu salat antara suatu daerah dengan daerah lain. Berikut tabel waktu salat untuk hari jum’at, 14 september 2012 dengan bujur yang sama dan lintang berbeda serta bujur yang berbeda dan lintang yang sama:
a.       Tabel Waktu Salat dengan Lintang yang Sama (0o) dan Bujur yang Berbeda
BUJUR
105
106
107
108
109
110
111
112
IMSAK
4.16
4.12
4.08
4.04
4.00
3.56
3.52
3.48
SUBUH
4.34
4.30
4.26
4.22
4.18
4.14
4.10
4.06
TERBIT
5.51
5.47
5.43
5.39
5.35
5.31
5.27
5.23
DLUHA
6.10
6.06
6.02
5.58
5.54
5.50
5.46
5.42
DZUHUR
11.56
11.52
11.48
11.44
11.40
11.36
11.32
11.28
ASAR
15.02
14.58
14.54
14.50
14.46
14.42
14.38
14.34
MAGHRIB
18.01
17.57
17.53
17.49
17.45
17.41
17.37
17.33
ISYA’’
19.09
19.05
19.01
18.57
18.53
18.49
18.45
18.41
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwasannya perbedaan garis bujur akan berpengaruh terhadap awal waktu salat di suatu tempat dengan tempat yang lain. Daerah yang berada pada suatu garis bujur akan berbeda 4 menit dengan garis bujur sebelum meupun sesudahnya. Waktu subuh pada garis bujur 105 adalah 4:16 waktu (+7 GMT) dan untuk bujur 106 adalah 4:12 waktu (+7 GMT). Karena rotasi bumi dengan arah dari barat ke timur maka kawasan-kawasan di daerah timur mengalami keadaan terbit dan terbenam matahari lebih dahulu daripada kawasan-kawasan di barat.[21] Suatu tempat di bumi yang berada pada garis bujur yang berbeda akan memiliki waktu yang berbeda pula.
Masing-masing waktu salat dengan bujur yang berbeda memiliki selisih waktu 4 menit. Hal ini sesuai dengan konsep waktu berdasarkan garis bujur. Dikarenakan perhitungan di atas menggunakan garis bujur 105o ketimur, maka awal waktu salat yang di peroleh dari satu garis bujur di kurangi 4 menit. Berbeda jika kita menghitung waktu salat untuk garis bujur 105o ke barat, maka waktu salat yang di peroleh di tambah dengan 4 menit.
b.      Tabel Waktu Salat  Dengan Satu Bujur Yang Sama (110o) Dan Garis Lintang Yang Berbeda

Lintang
0
-1
-2
-3
-4
-5
-6
-7
Imsak
4.00
4.01
4.02
4.02
4.03
4.04
4.03
4.04
Subuh
4.19
4.19
4.20
4.21
4.21
4.22
4.22
4.23
Terbit
5.36
5.36
5.37
5.38
5.38
5.39
5.39
5.40
Dluha
5.55
5.55
5.56
5.57
5.58
5.58
5.58
5.60
Dzuhur
11.41
11.41
11.41
11.41
11.41
11.41
11.40
11.41
Asar
14.55
14.56
14.57
14.58
14.59
14.59
14.59
15.00
Maghrib
17.46
17.45
17.45
17.44
17.43
17.43
17.41
17.41
Isya’
18.55
18.54
18.54
18.53
18.52
18.52
18.50
18.51
Tabel 1: Pada Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 9
Lintang
0
-1
-2
-3
-4
-5
-6
-7
Imsak
3.56
4.02
3.57
3.56
3.57
3.57
3.57
3.57
Subuh
4.14
4.20
4.15
4.15
4.15
4.15
4.15
4.15
Terbit
5.31
5.36
5.31
5.31
5.31
5.32
5.32
5.32
Dluha
5.50
5.55
5.50
5.50
5.51
5.51
5.51
5.51
Dzuhur
11.36
11.41
11.36
11.36
11.36
11.36
11.36
11.36
Asar
14.42
14.48
14.45
14.46
14.47
14.48
14.50
14.51
Maghrib
17.41
17.46
17.40
17.40
17.40
17.39
17.39
17.39
Isya’’
18.49
18.54
18.48
18.48
18.48
18.48
18.48
18.48
Tabel 2: Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 3o
Lintang
0
1
2
3
4
5
6
7
Imsak
3.54
3.54
3.54
3.54
3.53
3.53
3.53
3.53
Subuh
4.12
4.12
4.12
4.12
4.11
4.11
4.11
4.11
Terbit
5.28
5.28
5.28
5.28
5.28
5.28
5.28
5.28
Dluha
5.47
5.47
5.47
5.47
5.47
5.47
5.47
5.47
Dzuhur
11.33
11.33
11.33
11.33
11.33
11.33
11.33
11.33
Asar
14.33
14.34
14.36
14.38
14.40
14.41
14.43
14.44
Maghrib
17.38
17.38
17.38
17.38
17.38
17.38
17.38
17.38
Isya’’
18.46
18.46
18.46
18.46
18.46
18.46
18.46
18.46
Tabel 3: Saat Matahari Berada Pada Deklinasi 0o.
Untuk tabel yang kedua ini adalah tabel waktu salat dengan bujur yang sama dan lintang yang berbeda. Dengan melihat tabel di atas, dapat kita ketahui bahwasannya perbedaan lintang tempat juga berpengaruh terhadap perbedaan awal waktu salat. Meskipun perbedaan tersebut tidak sebesar perbedaan waktu salat dengan adanya perbedaan bujur tempat.
Tempat-tempat yang berada pada bujur yang sama, melihat matahari mencapai kulminasinya pada saat yang sama. Karena waktu jam kita disesuaikan dengan matahari dan saat kulminasinya disebut pukul 12 tengah hari. Maka pada tempat-tempat tersebut pada pukul 12 adalah bersamaan. Namun tidak sama halnya dengan tempat-tempat yang letaknya pada bujur yang berbeda.[22] Sehingga hal ini dapat kita lihat dalam tabel tersebut, saat deklinasi matahari berapapun, waktu dzuhur akan tepat pada jam yang sama.
Berbeda halnya dengan waktu-waktu salat yang lain. Dalam tabel tersebut menunjukkan adanya perbedaan awal waktu salat. Pada deklinasi 0o bagi semua tempat yang berada pada satu bujur akan mengalami terbit dan terbenam secara bersamaan. Sedangkan jika deklinasi matahari bukan 0o  maka daerah yang sama bujurnya tidak akan mengalami terbit dan terbenam secara bersamaan. Jika deklinasi selatan maka tempat-tempat yang berada pada lintang selatan akan mengalami terbit dan terbenam lebih cepat dari daerah yang berada di utara matahari.[23] Hal ini karena awal waktu salat juga di pengaruhi dengan deklinasi matahari sehingga matahari pada 0o dilihat dari lintang 0o akan berbeda dengan deklinasi 0o dan dilihat dari lintang 8o.
Inilah mengapa naik dan turunnya matahari di berbagai tempat tidaklah sama. Bagi orang yang berada di khatulistiwa dan matahari juga berada di khatulistiwa maka naik dan turunnya matahari lurus dan tegak siku-siku pada ufuknya. Sedangkan bagi yang berada di sebelah selatan atau di sebelah utara khatulistiwa, naik dan turunnya matahari miring tidaklah lurus. Oleh karena itu lama beberapa waktu salat disuatu tempat dengan tempat yang lain, tidaklah sama.[24]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasannya perbedaan lintang pada umumnya juga mengakibatkan perbedaan waktu salat bagi berbagai tempat dengan garis bujur yang sama. Hanya saja, awal waktu dzuhur akan sama di berbagai daerah yang bujurnya juga sama.[25]

D.    KESIMPULAN
Pada dasarnya, penentuan waktu salat bukan berdasarkan pada waktu GMT atau waktu bumi melainkan dengan melihat peredaran matahari. Sehingga jika zona waktu Indonesia di satukan, maka tidak akan mempengaruhi waktu salat. Hanya saja, waktu subuh bagi umat islam yang berada di daerah Indonesia bagian barat tetap tidak akan bersamaan dengan waktu subuh umat islam  yang berada di daerah Indonesia timur.
Sedangkan terkait dengan lintang tempat, meskipun perbedaan waktu salat di masing-masing lintang tidak terpaut jauh, namun masih tetap berbeda. Hal ini karena dalam perhitungan waktu salat juga memeperhitungkan deklinasi matahari. Sehingga matahari posisi matahari akan tampak berbeda jika dilihat dari dua tempat yang berbeda garis lintangnya.
E.     PENUTUP
Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. penulis ucapkan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf atas kekurangan dan kelemahan skripsi ini dari berbagai sisi. Namun demikian penulis berdo’a dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Atas saran dan kritik konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Basith, Abdul, Hisab Awal-awal Waktu Salat dalam Orientasi Hisab Rukyat Se-Jawa Tengah tanggal 28-30 november 2008

Hambali, Slamet, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat Seluruh Dunia), Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011.

Hollander, H. G. Den, (penerjemah I Made Sugita), Ilmu Falak, Jakarta: J. B. Wolters, 1951


Khazin, Muhyiddin, Ilmu falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008

Musonnif, Ahmad, Ilmu falak Metode Hisab Awal Waktu salat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogjakarta: Teras, 2011

Rachim, Abd.,  Ilmu Falak, Yogyakarta : Liberty, 1983

Saksono, Tono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas Publicita, 2007

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), volume 2, cetakan 1, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000

Wardan, K.R. Muhammad, Kitab Falak dan Hisab, Jogjakarta : Toko Pandu, 1957


[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), volume 2, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, cetakan 1, 2000, hal. 546
[3] Slamet Hambali, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat Seluruh Dunia), Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, hal. 94
[4] Makalah Abdul Basith Hisab Awal-awal Waktu Salat Dalam Orientasi Hisab Rukyat se-Jawa Tengah Pondok Pesantren Daarun Najaah, Semarang 28-30 November 2008,  hlm.2
[5] Slamet Hambali, Op. Cit, 95
[6] Garis bujur 0o yang berada di Grenwich yaitu garis yang ditetapkan sebagai standar waktu dunia. Hal ini berdasarkan kesepakatan. Meski telah ditetapkan sebagai standar waktu dunia, hal ini bisa berubah sewaktu-waktu karena ketetapan ini tidaklah mutlak hanya saja jika terjadi perubahan pasti akan banyak yang menolaknya. Kemungkinan perubahan Standar waktu dunia ini bisa dilihat dengan munculnya isu tentang waktu makkah yang akan dijadikan sebagai standar waktu bagi umat islam.
[7] Slamet hambali, Op. Cit. hal. 141
[8] Kerendahan ufuk (DIP) yaitu perbedaan kedudukan antara ufuk yang sebenarnya (hakiki) dengan ufuk yang terlihat (mar’i) oleh seorang pengamat. Dalam menghitung DIP terdapat beberapa rumus yang digunakan diantaranya: 0o1’76√m (Slamet Hambali, hal. 96) atau 0.0293√m (Muhyiddin Khazin, Ilmu falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008, hal. 138) dengan m yaitu tinggi tempat dengan satuan meter.
[9] Slamet hambali, Op. Cit, hlm. 55
[10] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm. 67
[11] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm. 80
[12] Refraksi adalah pembiasan atau pembelokan cahaya matahari karena matahari tidak dalam posisi tegak, fefraksi tertinggi adalah saat matahari terbenam yaitu 0o 16’. Semi diameter adalah setengah garis tengah matahari yang besar kecilnya tidak menentu tergantung jauh dekatnya bumi matahari. Sedangkan semi diameter matahari rata-rata adalah 0o 16’
[13] Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 142
[14] Makalah Abdul Basith dalam Orientasi Hisab Rukyat Se-Jawa Tengah tanggal 28-30 november 2008
[15] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm. 69
[16] Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 142
[17] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm. 82
[18] Muhyiddin Khazin, Op. Cit, hlm. 87
[19] Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 144
[20] Tono Saksono, Ph. D, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas Publicita, 2007, hlm. 167
[21] Ahmad Musonnif, Ilmu falak Metode Hisab Awal Waktu salat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogjakarta: Teras, 2011,  hlm. 51
[22] H. G. Den Hollander (penerjemah I Made Sugita), Ilmu Falak, Jakarta: J. B. Wolters, 1951, hlm. 38
[23] Abd. Rachim, Ilmu Falak, Yogyakarta : Liberty, 1983, hlm, 52.
[24] K.R. Muhammad Wardan, Kitab Falak dan Hisab, Jogjakarta : Toko Pandu, 1957, hlm. 17
[25] Abd. Rachim, Op. Cit, hlm, 53.

Komentar

HEAVEN

MANAJEMEN KONTEMPORER

PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

GERAK PRESESI DAN GERAK NUTASI SUMBU BUMI