Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Hukum

HALALKAH NIKAH MUT’AH

Nikah merupakan sebuah ikatan kuat yang di tujukan untuk kesejahteraan dalam kebersamaan antara suami dan istri selamanya. Namun dalam perihal nikah, terdapat permasalahan nikah mut’ah yang selama ini tampak dilegalkan oleh kaum syi’ah. Pelegalan nikah mut’ah oleh kaum syi’ah, telah disebutkan buktinya dalam Headline news Voa Islam, diantaranya: 1.   Ruhullah al-Khumaini dalam kitabnya Tahrir al-Wasiilah ( تحرير الوسيلة ): II/241; dalam masalah ke 11, dia berkata: "Pendapat yang masyhur dan paling kuat, boleh menyetubuhi wanita pada duburnya. Dan sebagai tindakan hati-hati hendaknya ditinggalkan, khususnya ketika istrinya tidak suka." Pada masalah ke 12, ia berkata: "Tidak boleh menyetubuhi istri sebelum sempurna 7 tahun, baik nikah abadi atau terputus (mut'ah). Adapun seluruh kegiatan bercumbu seperti membelai dengan syahwat, mengecup, dan memegang paha, itu tidak apa-apa sampai pada anak yang masih di susuan." 2.   Al-Sayyid al-Khui dalam kitabnya   Maniyyah a

HUKUM WARIS

Waris merupakan kumpulan langkah untuk memindahkan kepemilikan barang atau harta milik orang yang sudah meninggal kepada ahli waris. Rukun dan Syarat Waris: 1.        Al-muwaris yaitu orang yang hartanya diwariskan, dalam hal ini adalah orang yang meninggal dunia. Dengan syarat muwaris harus benar-benar telah meninggal baik meninggal secara hakiki, hukmi maupun taqdiri. 2.        Al-Waris yaitu orang yang menerima harta warisan, baik keluarga dekat (kerabat), hubungan sebab pernikahan maupun wala’ (memerdekakan budak). Diantara syarat seorang waris adalah hidup saat meninggalnya muwaris, serta tidak ada hal-hal yang menjadi penghalang terjadinya waris-mewarisi. 3.        Al-mauruts yaitu harta peninggalan yang dipindahkan dari muwaris ke waris setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, serta pelaksanaan wasiat. Halangan penerimaan warisan: 1.        Pembunuhan 2.        Berlainan agama 3.        Perbudakan 4.        Berlainan Negara Sebab-sebab penerimaan warisan: 1.

Perihal Nasab Anak Luar Nikah

Berbagai penolakan muncul akibat Keputusan MK pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang diubah menjadi:  "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya". Keputusan MK ini cukup menimbulkan permasalahan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat Indonesia karena hal ini di anggap bertentangan dengan hukum islam. Dalam hukum islam disebutkan bahwasannya anak yang lahir diluar nikah, hanya mempunyai hubungan darah dengan ibunya. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh empat ulama madzhab Hambali, Hanafi, Maliki dan Syafi’ie. Mereka berpendapat bahwasannya anak hasil zina itu tidak mempunyai hubungan nasab dengan pihak laki-laki, dalam arti anak tersebut tidak memiliki bapak, meskipun si-l

HUKUM ISLAM

Hukum islam pada dasarnya adalah pemaknaan dari fiqh islamiy maupun syari’ah islamiy. Syariah merupakan produk tuhan yang tidak bisa dirubah. Hal ini berarti syariah bersifat ta’abbudiy. Sedangkan fiqh merupakan hasil pengembangan dari syariah dimana fiqh merupakan hasil pemikiran dari para ahli. Sehingga dalam kajian fiqh, kita sering mendengar adanya madzhab-madzhab. Hukum islam itu sangat sempurna dan sangat indah jika mampu terealisasikan namun saat ini, hokum islam sepertinya tinggal dokumen yang tidak ada pengaplikasiannya sehingga keindahan yang dimiliki islam melalui hokum sudah tidak lagi tercipta.

HUKUM TANAH

A.     Pengertian Hukum Tanah dan Macam-Macam Tanah Hukum tanah (Grondrecht) ialah semua norma yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai tanah [1] , yang antara lain mengatur tentang: 1.       Hak dan kewajiban subjek hukum atas tanah 2.       Cara-cara memperoleh tanah 3.       Peralihan hak atas tanah 4.       Semua perjanjian yang berhubungan dengan tanah B. Ter Haar membedakan dua macam pengertian mengenai hukum tanah, yaitu: -           Hukum tanah dalam keadaan diam , yakni mengatur tentang hak atas tanah, baik hak pertuanan/hak masyarakat hukum atas tanah maupun hak perseorangan atas tanah seperti hak membuka tanah, hak milik, hak memungut hasil, hak wenang pilih/hak wenang beli, hak keuntungan jabatan atas tanah dan sebagainya. -           Hukum tanah dalam keadaan bergerak , mengatur tentang hak untuk memperoleh dan memindahkan hak atas tanah, seperti hak menjual tanah, menghadiahkan tanah, menghibahkan tanah, menyediakan tanah untuk badan hukum adat (wakaf, yayasan) d