Dasar Hukum Waktu Shalat

BAB I
PENDAHULUAN
            Shalat merupakan salah satu dari beberapa kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap ummat yang memproklamirkan bahwa dirinya beriman kepada Allah, Rasul-Nya,Kitab-kitab-Nya, Malaikat-malaikat-Nya dan hari akhir serta ketetapan-Nya., yang mana dalam satu hari terdapat lima waktu yang harus dipenuhi.
            Sebagaimana diketahui pula bahwasannya shalat merupakan salah satu dari rukun islam yang lima. Para ulama’ sepakat bahwa menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam hukumnya adalah fardlu ‘ain. Selain dari pada itu, juga terdapat beberapa shalat yang sangat dianjurkan, yakni shalat sunnah.
            Namun dalam pelaksanaannya, setiap shalat mempunyai waktu dalam arti ada masa dimana seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, pada dasanya berlalu juga waktu shalat itu. Jadi shalatnya bisa dikatakan gugur atau tidak sah.
            Mengenai ketentuan masa tersebut shalat didirikan sejak tergelincirnya matahari dari pertengahan siang, yaitu permulaan waktu dlluhur, dan matahari itu setelah tergelincir ditengah hari dari pertengahan siang akan terus condong ke barat sampai ia terbenam. Oleh karena itu, dalam kata tergelincir matahari termasuk dluhur dan asar sampai ke gelap gulita malam, dan dipermukaan malam itu datanglah waktu maghrib. Bertambah matahari terbenam ke balik bumi hilanglah syafaq yang merah, yaitu garis merah diujung langit sebelah barat sejak matahari trbenam, dan garis itu hilang apabila terbenam tersorok kebalik belahan bumi,maka masuklah  isya’. Dan saat terbit fajar shadiq, masuklah waktu subuh sampai terbit matahari yaitu apabila tinngi matahari -10 disebelah timur.
           

BAB II
PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN
Shalat merupakan salah satu dari rukun islam yang lima yang wajib dikerjakan oleh setiap ummat islam. Shalat berasal dari bahasa arab yaitu dariu kata shalla, yashillu, shalatan atau shalawat yang mempunyai arti do’a[1]. sebagaimana yang diungkapkan dalam firman Allah, dalam surat At-Taubah : 103 yang berbunyi:
خذ من اموالهم صدقة تطهرهم و تزكيهم بها و صل عليهم ان صلوتك سكن لهم والله سميع عليم
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan  mensucikan mereka an mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu ( menjadi ) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS. At-taubah : 103 )
Shalat juga mempunyai arti rahmat dan memohon ampunan.[2] sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab :56 :
ان الله و ملئكته يصلون على النبي ياايها الذين امنوا صلو عليه و سلمو تسليما
Artinya :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Berdasarkan ayat diatas dijelaskan bahwasannya terdapat tiga pengertian tentang arti shalat ataupun shalawat[3]. Yaitu :
1.      Apabila shalat itu berasal dari ummat islam maka artinya adalah do’a kepada Nabi Muhammad SAW.
2.      Apabila shalawat tersebut berasal dari malaikat, berarti permohonan ampunan untuk Nabi Muhammad SAW.
3.      Jika berasal dari Allah SWT, berarti pemberian rahmat yang agung dari Allah SWT.
Sedangkan shalat menurut pengertian syar’I para ulama’ yaitu ibadah yang mengandung ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri  dengan salam, dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan[4].

B.     DASAR HUKUM AWAL WAKTU SHALAT

a.       QS. An-Nisa’: 103

ان الصلوةكانت علي المؤمنين كتا با موقوتا (سورة النساء :103)
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS.an-Nisa’: 103)

b.      QS. Al-Isra’ :78
اقم الصوة لدلوك الشمس الي غسق الليل و قران الفجر ان قران الفجر كان مشهودا (سورة الاسراء : 78)
Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)” (QS. Al-Isra’ : 78)

c.       QS. Hud : 114
واقم الصلوة طرفي النهار وزلفا من الليل ان الحسنات يذهبن السيئات ذلك ذكري للذاكرين (سورةهود:114)
Artinya : “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan siang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS.Hud:114)


d.      QS.Thaha :130
وسبح بحمد ربك قبل طلوع الشمس وقبل غروبها ومن اناء الليل فسبح واطاف النهار لعلك ترضي (سورةطه:130)
Artinya: “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu disiang hari, supaya kamu meraasa senang”.(QS.Thaha:ayat 130)
e.       Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنه قال ان النبي صلعم قال وقت الظهر اذا زالت الشمس وكان ظل كل الرجل كطوله مالم يحضر العصر ووقت العصر مالم تصفر الشمس ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفق ووقت صلاة العشاء الي نصف الليل الاوسط ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع الشمس (رواه مسلم )
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar r.a berkata: sabda Rasulullah SAW waktu dluhur apabila tergelincir matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama belum datang waktu Ashar. Dan waktu ashar selama matahari belum menguning. Dan waktu maghrib selama syafaq belum terbenam (mega merah ). Dan sampai tengah malam yang pertengahan. Dan waktu subuh mulai fajar menyingsing selama matahari belum terbit”. HR. Muslim.
f.       Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’I, At-Turmudzi, dari Jabir Ibnu Abdullah r.a :
قم فصله فصلى العصر حىن صار ظل كل شيئ مثل اان النبي صلعم جاءه جبريل عليه السلا م فقال له : قم فصله فصلي الظهر حين زال لشمس ثم جاءه العصر فقال : قم فصله فصلي العر حن صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب فقال : قم فصله فلي المغرب حين وجبت الشمس ثم جاءه العشاء فقال : قم فصله فصلي العشاء حين غاب الشفق م جاءه الفجر فقال : قم فصله فصلي الفجر حين برق الفجر او قال سطع الفجر

Artinya :”Bahwasannya Jibril a.s. datang kepada Nabi SAW, lalu berkata kepadanya : bangun dan shalatlah, maka Nabi pun shalat dluhur ketika telah tergelincir matahari. Kemudian Jibril datang pula kepada nabi pada waktu ashar, lalu berkata : Bangun dan shalatlah, maka nabi shalat ketika bayangan segala sesuatu itu menjadi sepanjang dirinya. Kemudian Jibril datang kepada nabi pada waktu maghrib, lalu berkata : Bangun dan shalatlah maka nabi shalat maghrib, di waktu telah terbenam matahari. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu isya’ serta berkata : Bangun dan shalatlah maka nabi shalat isya’ diwaktu telah hilang mega-mega merah. Kemudian Jibril datang pula pada waktu shubuh, lalu berkata : Bangun dan shalatlah, maka nabi shalat shubuh ketika fajar telah cemerlang.  
g.      Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
روي من قوله عليه الصلاة والسلام : وقد سئل : "اي الاعمال افضل ؟" قال : "الصلاة لاول ميقاتها" (متفق عليه)
Artinya : “Diriwayatkan dari hadits Nabi SAW, salah seorang sahabat bertanya : “ apakah amal yang paling utama ? “ Rasulullah menjawab : “Shalat pada awal waktunya “ (HR. Bukhari Muslim)
h.      Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال سالت رسول الله صلعم : اى الاعمال افضل ؟ قال "الصلاة علي وقتها (روه البخار ومسلم )
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud ra bahwasannya beliau bertanya kepada Rasulullah SAW : pekerjaan apa yang paling utama ? Rasulullah bersabda “shalat pada waktunya” (HR. Bukhari Muslim).[5]

C. ANALISIS

Dari uraian dasar tersebut dapat diperinci ketentuan waktu-waktu shalat adalah sebagai berikut :

1.      Waktu shalat dluhur
Bahwa permulaan waktu shalat dluhur adalah mulai saat tergelincirnya matahari dari pertengahan langit dan ketika bayangan sesuatu sama panjang. Sesuai dengan riwayat Ibnu Abbas. para ulama’ bersepakat bahwa waktu antara lengsernya matahari sampai bayangan setiap benda menjadi sama dengan benda tersebut sesudah dikurangi saat lengser itu sendiri adalah waktu dluhur. Tergelincirnya matahari dari tengah langit tersebut bukanlah langsung melihat dengan mata telanjang, melainkan dengan melihat bayang-bayang ke arah timur[6]. Meskipun bayang-bayang tersebut masih sangat pendek sampai berakhirnya waktu shalat dluhur yaitu saat semua bayang-bayang sama panjang dengan wujud aslinya. Sebagian sahabat memperbolehkan shalat dluhur dikerjakan sebelum lengsernya matahari, hanya saja menurut ijma’ yang sudah pasti lengsernya matahari adalah permulaan waktu dluhur[7].

2.      Waktu shalat Ashar
Bahwasannya permulaan waktu ashar yaitu bertambahnya panjang bayang-bayang dari wujud aslinya, yakni mulai dari berakhir waktu dzuhur hingga  matahari tenggelam. Ada empat waktu utama dalam pelaksanaan shalat Ashar,[8] yaitu :
a)      Waktu Fadlilah, yaitu melaksanakan shalat Ashar pada awal waktu.
b)      Waktu Ikhtiyar, yaitu berakhirnya awal wakyu hingga bayangan sesuatu bagian menjadi dua kali sepanjang badannya.
c)      Waktu Jawaz dengan tidak ada kemakruhan, ialah dari berakhir waktu  ikhtiyar hingga kuning matahari.
d)     Waktu Ijawaz yang disertai kemakruhan, ialah dikala matahari telah kuning hingga terbenamnya. Waktu ini tertentu bagi orang yang udzur, misalnya bagi orang yang menjamakkan antara shalat ashar dan dhuhur, karena bepergian jauh, ataupun karena hujan.
e)      Waktu Tahrim, ialah melaksanakan shalat ashar di akhir waktu.

3.      Waktu shalat maghrib
Dinamakan shalat maghrib karena waktu mengerjakannya saat ghurub (saat matahari terbenam) sampai hilangnya mega merah di langit barat. Matahari dinyatakan terbenam jika piringan matahari yang sebelah atas sudah berhimpit dengan ufuk mar’i (ufuk yang terlihat), dan waktu berakhirnya yaitu sampai hilangnya mega merah.
            Untuk waktu maghrib ini, ada sebagian qoul yang mengatakan sempit, dan ada pula yang mengatakan luas. Tapi untuk pendapat yang lebih masyhur yaitu pendapat imam Syafi’I bahwasanyya waktu maghrib itu sempit.

4.      Waktu shalat isya’
Waktu isya’ didefinisikan dengan ketika hilangnya mega merah di langit Barat, yaitu apabila gelap malam sudah mulai sempurna karena tidak ada lagi pantulan cahaya matahari pada awan atau mega yang dapat ditangkap oleh mata[9], dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq di langit timur. Secara astronomis, waktu isya’ merupakan kebalikan dari waktu shubuh, menurut ijmak yaitu hilangnya syafaq abyadl (sisa kilau matahari yang tampak kemerahan di langit bermula sejak terbenamnya matahari dan dinamakan syafaq ahmar. Kalau kemerah-merahan ini hilang, tinggallah apa yang disebut syafaq abyadl).

5.      Waktu shalat shubuh (fajr)
Waktunya bermula sejak terbit fajar shadiq hingga terbit matahari[10].  Fajar shadiq ialah fenomena fajar merupakan fenomena fajar seberkas sinar terang menjelang pagi yang melebar dari ufuk timur dari utara ke selatan. Fajar inilah yang menunjukkan awal waktu shubuh yang sebenarnya. Dalam konsep peredaran matahari, fajar shadiq itu terbentuk apabila ketinggian matahari mencapai -200 di sebelah timur, dan di saat iulah dimulai awal waktu shubuh sampai terbit matahari, yaitu apabila tinggi matahari -10 di sebelah timur[11].
 Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon timur yang disebut fajar kidzib, yaitu fenomena pantulan sinar matahari menjelang pagi hari yang membentuk suasana berkas sinsr terang yang memenjang ke atas. Lalu kemudian menyebar di cakrawala (secara horizontal), dan ini dinamakan fajar shadiq, sehingga ada dua kali fajar sebelum terbit matahari , fajar pertama yaitu fajar kadzib dan yang kedua yaitu fajar kadzib.
Selang beberapa saat setelah fajar shadiq barulah terbit matahari yang menandakan habisnya waktu shubuh, maka waktu antara fajar shadiq dan terbitnya matahari itulah yang menjadi waktu untuk shalat shubuh.
Dalam sebuah hadits Nabi disebutkan bahwasannya “Barang siapa yang melaksanakan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum terbitnya matahari, maka telah melaksanakan shalat shubuh[12]



D.    WAKTU IMSAK, WAKTU SHALAT DLUHA, DAN SHALAT  DI DAERAH  KUTUB.

1.      Waktu imsak
Waktu imsak merupakan waktu ikhtiyath ( hati-hati ) saat seseorang bersiap-siap mulai berpuasa. Sebagai dasarnya hadits dari Anas bin Zaid bin Tsabit, ia berkata : “ kami bersahur bersama Rasulullah SAW, kemudian baginda bangkit untuk shalat shubuh,” saya berkata ; “Berapa lama ukuran antara sahur dan shubuh?” Nabi bersabda : “seukuran membaca lima puluh ayat al-qur’an”.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang lama membaca lima puluh ayat al-qur’an tersebut, diantaranya sebagai berikut:
v  Dalam kitab Nailul Author disebutkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat al-qur’an adalah seukuran melakukan wudlu.
v  Dalam kitab Al-Mukhtashor Al-Muhadzab halaman  58 dijelaskan bahwa waktu imsak itu sekitar 12 menit sebelum waktu terbitnya fajar.
v  Dalam kitab Khulashotul Wafiyah yang disusun oleh kyai Zubeir halaman 99 disebutkan bahwa imsak seukuran membaca 50 ayat al-qur’an yang pertengahan (secara tartil) yaitu sekitar  8 menit.
v  Menurut Tafsir Al-Manaar juz 2 hal.185 disebutkan bahwa jarak waktu sahur dengan waktu shalat shubuh sekitar 5 menit.
v  Menurut Sa’aduddin Jambek biasa mempergunakan 10 menit sebelum shubuh. Pendapat yang terahir ini yang banyak digunakan pada penyusunan jadwal imsakiyyah di Indonesia.

2.      Waktu Shalat dluha
Kata dluha yang mengiringi shalat sunnah ini, berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar bila shalat ini kemudian dilakukan pada pagi hari, ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. 
Dalam wacana fiqh, awal waktu dluha dimulai sejak matahari naik setinggi “tombak” (bi qadr al-ramh). Pengertian “setinggi tombak” tersebut diaplikasikan dalam ukuran falakiyah apabila matahari naik setinggi 4030’, yaitu kurang lebih 18 menit setelah terbit matahari.

3.      Shalat di daerah kutub
Hukum shalat yang sudah ditetapkan oleh syara’, apakah mungkin juga berlaku jika kita berada di daerah kutub, yang mana mempunyai karakter waktu yang sering tidak tentu, kadang malamnya lebih panjang ataupun siangnya yang lebih panjang.
Dalam pembahasan ini ada beberapa pendapat[13],yaitu :
*      Sebagian orang berpendapat bahwa shalat maghrib, isya’ dan shubuh tidak wajib dilaksanakan karena syarat-syaratnya tidak pernah terwujud, yakni tergelincirnya matahari, terbenamnya matahari dan terbitnya fajar.
*      Sebagian yang lain berpendapat bahwa shalat lima waktu itu masih diwajibkan untuk dilaksanakan.
*      Jika ada suatu wilayah seperti dengan daerah kutub tersebut, maka pendapat lain mengatakan ada dua cara waktu shalat di kutub : 
ü  Mengikuti waktu hijaz, yaitu mengikuti waktu shalat didaerah Makkah dan Madinah, karena wilayah ini dianggap tempat lahirnya Agama Islam.
ü  Mengikuti waktu Negara Islam terdekat, pendapat ini mengatakan bahwa jadwal shalat orang-orang kutub mengikuti wilayah Negara Islam yang terdekat. Dimana negeri ini bertahta sultan / khalifah muslim[14].


E. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hadits diatas dapat kita simpulkan bahwasannya setiap shalat itu mempunyai waktu yang berbeda dengan waktu shalat yang lainnya. Yaitu:
a)      Dzuhur, yaitu mulai tergelincirnya matahari sampai baying-bayangnya sama panjang.
b)      Ashar, yaitu mulai bayang-bayang sama panjang sampai terbenamnya matahari.
c)      Maghrib, yaitu mulai terbenamnya matahari sampai hilangnya mega merah.
d)     Isya’, yaitu mulai hilangnya mega merah sampai terbitnya fajar yang kedua, yakni fajar shadiq.
e)      Shubuh, yaitu mulai terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari
Selain kelima waktu shalat tersebut, dalam makalah ini juga dibahas tentang waktu imsak, shalat dluha dan juga waktu shalat didaerah kutub. Yaitu :
a)      Waktu imsak,yaitu waktu sebelum adzan subuh yang lamanya sekitar bacaan lima puluh ayat dari ayat al-qur’an.
b)      Waktu shalat dluha, yaitu dimulai saat tinggi matahari mencapai setinggi tombak.
c)      Waktu shalat di daerah kutub, terdapat perbedaan pendapat tentang hokum shalat di daerah kutub,yaitu sebagian ada yang mewajibkan dan sebagian yang lain tidak mewajibkannya.

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat mengetahui bahwasannya penentuan waktu shalat itu benar-benar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, yang seharusnya kita benar-benar merasa butuh dalam mengerjakannya bukan hanya melakukan suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan terpaksa.



DAFTAR PUSTAKA

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis, Semarang:Komala Grafika,2006
Muhammad, Fathul Qorib, Surabaya : Darul Ulum
Murtadho, Moh, Ilmu Falak Praktis, Yogyakarta : SUKSES Offset, 2008
Al-Hafidz, Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Indonesia : Ihyaul kutub Al-‘arobiyah
Al-Anshari, Abi Yahya Zakariya, Fath Al-Wahab, Semarang : Toha Putra
http://konsultasi. Wordpres. Com/2007/01/13/sholat-diluar-angkasa/.
http:/arsugengriyadi. Blogspot.com/search



[1] Drs. Moh. Murtadho, M. HI.ilmu falak praktis (Yogyakarta: SUKSES Offest, Februari 2008), hlm 171
[2] Ibid hlm 172
[3] Ibid hlm 173
[4] Ibid hlm 173
[5] Imam nawawi, Riyadhush shalihin, (Bandung : Irsyad Baitussalam) hlm.74
[6] Syaikh Muhammad ibn Qasim Al-Ghazi, fathul Qoribul mujib (Surabaya : Darul Ulum) hal.11
[8] Op.cit hlm 12
[9] Op.cit.hlm 105
[10]Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam (penjelasan hokum-hukum syariat islam).(Bandung : Sinar Baru Al gesindo.1994),hlm 274
[11] Op.cit.hlm 186
[12] Ibn Rasyid Al-Hafid, Bidayatul Mujtahid(Indonesia: Daru Ihyail Kutub )
[13]http://konsultasi.Wordpres.Com/2007/01/13/sholat-diluar-angkasa/
[14] http://arsugengriadi.Blogspot.com/search

Komentar

HEAVEN

MANAJEMEN KONTEMPORER

PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

GERAK PRESESI DAN GERAK NUTASI SUMBU BUMI